Probolinggo — Kasus dugaan penganiayaan terhadap Suarni (42), seorang janda lemah asal Dusun Krajan, Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, yang diduga dilakukan oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) pemilik Villa88 bernama Mr. Cui, terus menjadi perhatian publik. Setelah berjalan hampir sembilan bulan tanpa kepastian hukum, kini berbagai elemen masyarakat bersatu menyuarakan keadilan, bahkan melayangkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
Dugaan penganiayaan tersebut terjadi pada Minggu, 9 Maret 2025, sekitar pukul 08.00 WIB di rumah korban. Dalam laporan yang dibuat di Polres Probolinggo pada 17 Maret 2025 dengan nomor laporan LP/B/58/III/2025/SPKT/Polres Probolinggo/Polda Jatim, disebutkan bahwa pelaku memukul kepala dan menendang perut korban berkali-kali hingga mengalami luka memar dan trauma serius.
Korban yang diketahui hidup sederhana di lereng Gunung Bromo itu kini menuntut keadilan. Ia mengaku kecewa karena laporan yang telah masuk ke Unit PPA Satreskrim Polres Probolinggo hingga kini belum berujung pada penetapan tersangka terhadap WNA tersebut.
Proses Hukum Dinilai Lambat, Masyarakat Merasa Ada Diskriminasi
Lambannya proses hukum membuat Suarni, bersama keluarga dan sejumlah aktivis, mengadukan kasus ini ke DPRD Kabupaten Probolinggo. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 22 Oktober 2025, korban didampingi Aliansi Aktivis Probolinggo, sejumlah LSM, serta jurnalis lokal. Mereka menilai penanganan kasus ini cenderung diskriminatif karena melibatkan warga asing.
“Saya ini orang kecil, tidak punya uang untuk beli hukum. Tapi saya ingin keadilan. Saya dipukul, ditendang, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan,”
ungkap Suarni dengan nada lirih saat ditemui awak media.
Sementara itu, Kanit PPA Polres Probolinggo, Aiptu Agung Dewantara, ketika dikonfirmasi usai RDP kasus dugaan pelecehan seksual di DPRD Probolinggo, menegaskan bahwa kasus Suarni tetap menjadi atensi serius pihak kepolisian.
“Kasus penganiayaan terhadap Ibu Suarni ini juga menjadi perhatian kami, karena menyangkut harkat dan martabat WNI. Kami masih terkendala dalam menghadirkan saksi ahli, tetapi dalam waktu dekat akan dilakukan rekonstruksi ulang, dan surat panggilan rekontruksi akan saya kirim nantinya. Kasus Suarni akan kita gelarkan bersama dengan kasus dugaan Pelecehan Seksual yang kemarin RDP di Kantor DPRD,” ujar Aiptu Agung, Kamis (13/11/2025).
Surat Terbuka untuk Kapolri: Desakan dari Aktivis, Tokoh Tengger, dan Praktisi Hukum
Rasa kecewa masyarakat atas lambannya proses hukum akhirnya dituangkan dalam surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.. Surat itu ditandatangani oleh praktisi hukum, aliansi aktivis Probolinggo, tokoh masyarakat Tengger, dan keluarga korban.
Dalam surat setebal beberapa halaman itu, mereka memohon agar WNA bernama Mr. Cui segera ditetapkan sebagai tersangka dan diproses sesuai hukum pidana Indonesia. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden RI, Komnas HAM, Kapolda Jatim, Kejari Probolinggo, Pengadilan Negeri Kraksaan, serta Komisi I DPRD Probolinggo.
Isi surat menekankan pentingnya keadilan bagi rakyat kecil dan penegakan hukum yang tidak pandang bulu terhadap siapa pun, termasuk warga asing yang mencari penghidupan di Indonesia.
Isi utama surat tersebut menekankan tiga poin penting:
- Memohon kepada Kapolri untuk memerintahkan jajarannya, khususnya Polres Probolinggo dan Polda Jawa Timur, agar segera menetapkan WNA bernama Mr. Cui sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan terhadap Suarni.
- Mendorong Kejaksaan Negeri Probolinggo untuk melanjutkan berkas perkara hingga tahap penuntutan, sehingga kasus tidak berhenti di tingkat penyidikan.
- Meminta transparansi dan profesionalisme dalam setiap tahapan penegakan hukum, sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
“Kami mengetuk hati nurani dan moralitas aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan. Jangan sampai warga kecil merasa tidak dilindungi oleh hukum di negeri sendiri, sementara pelaku asing bebas berkeliaran,” tulis Praktisi Hukum dalam surat terbuka tersebut.
Masyarakat dan Aktivis Siap Kawal Kasus hingga Tuntas
Gerakan solidaritas masyarakat Probolinggo kini semakin luas. Dukungan moral dan tanda tangan dari tokoh masyarakat, aliansi aktivis Probolinggo, serta kelompok nasionalis terus berdatangan. Mereka berkomitmen mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum yang tegas dan transparan.
Selain itu, masyarakat juga meminta agar aparat kepolisian mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
“Kami percaya Bapak Kapolri memahami hukum lebih dari siapa pun. Kini kami hanya menunggu keseriusan Polri untuk membuktikan bahwa hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tegas salah satu tokoh Tengger dalam pernyataan sikap bersama.
Penegakan Hukum dan Harga Diri Bangsa
Kasus dugaan penganiayaan terhadap Suarni bukan sekadar persoalan kriminal, melainkan juga ujian bagi penegakan hukum dan kedaulatan bangsa. Ketika seorang warga negara asing dapat dengan mudah memperlakukan warga Indonesia secara tidak manusiawi tanpa konsekuensi hukum yang jelas, hal ini menjadi preseden buruk bagi citra penegakan hukum nasional.
Masyarakat berharap kasus ini segera mendapat titik terang. Semua pihak menunggu langkah tegas dari aparat kepolisian untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal hukum di Indonesia, sekaligus memastikan setiap warga negara mendapat perlindungan yang setara di mata hukum.
(Edi D/Bambang/Red)






