TANGERANG – Kasus dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar ilegal di wilayah Tangerang Kota semakin menguak dengan terungkapnya fakta-fakta baru. Praktik ilegal yang melibatkan jaringan mafia solar ini diduga berjalan secara terstruktur, dengan melibatkan beberapa forum organisasi serta oknum-oknum yang diduga memiliki keterkaitan dengan berbagai pihak.
Salah satu saksi, seorang sopir bernama Wahyudi, mengungkapkan bahwa para pelaku utama dalam bisnis solar ilegal ini adalah Frans dan Yudas. “Mereka yang mengatur penjualan solar ilegal ini, yang kemudian dijual kembali ke berbagai industri. Frans dan Yudas memiliki 12 armada mobil Mitsubishi Box KR 4 yang digunakan untuk menyedot solar ilegal dalam jumlah besar di SPBU,” kata Wahyudi.
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik ilegal ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Pengungkapan ini semakin menguatkan dugaan adanya kolusi antara pelaku dan oknum-oknum di SPBU. Modus yang digunakan adalah penimbunan solar bersubsidi yang dilakukan secara terang-terangan di SPBU 34.151.34 yang terletak di Jalan KH. Hasym Ashari, Tangerang Kota.
Sebuah truk box berwarna kuning, yang dimodifikasi dengan tangki berkapasitas 2 ton solar subsidi, tercatat sering mengisi ulang solar bersubsidi di SPBU tersebut. Selama satu hari, truk tersebut dapat menimbun hingga 2 ton solar bersubsidi, yang diisi langsung oleh sopir tanpa adanya pengawasan dari petugas operator SPBU.
Lebih jauh lagi, investigasi tim media dan Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (KGSAI) mengungkapkan taktik cerdik yang digunakan oleh pelaku, seperti pemakaian plat nomor kendaraan yang berbeda-beda dan barcode palsu. Dengan cara ini, pelaku dapat menghindari deteksi oleh sistem monitoring digital di SPBU. Setiap transaksi dilakukan dengan barcode yang diubah-ubah, sehingga sulit untuk melacak aktivitas ilegal ini.
Dalam penelusuran lebih lanjut, Yudas dan Frans disebut-sebut sebagai otak dari operasi penimbunan solar bersubsidi ilegal ini. Hal ini semakin memperjelas bahwa mereka tidak hanya bertindak sebagai pelaku utama, namun juga diduga dibantu oleh beberapa organisasi yang memiliki kepentingan dalam peredaran solar ilegal tersebut.
**Pelanggaran Hukum dan Ancaman Pidana**
Menurut hukum yang berlaku, para pelaku mafia solar ilegal ini dapat dijerat dengan pasal-pasal yang sangat berat. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengatur bahwa seseorang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan tindak pidana dapat dihukum. Sedangkan Pasal 56 KUHP menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja membantu tindak kejahatan juga dapat dihukum.
Selain itu, pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sangat jelas terjadi dalam kasus ini. Penyalahgunaan BBM bersubsidi dapat dikenai hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
**Desakan Penegakan Hukum yang Tegas**
Tindak pidana ini memunculkan desakan dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat dan organisasi anti-korupsi, agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas. “Jika aparat tidak segera bertindak, kami akan melaporkan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas seorang aktivis anti-korupsi.
Pengamat energi juga menilai bahwa lemahnya pengawasan terhadap distribusi BBM bersubsidi membuka celah bagi mafia untuk beroperasi dengan leluasa. “Negara telah dirugikan miliaran rupiah akibat praktik curang ini. Aparat penegak hukum harus turun tangan segera untuk memberantas mafia BBM bersubsidi solar ilegal,” ujar pengamat tersebut.
**Tuntutan Transparansi dan Reformasi Sistem**
Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (KGSAI), bersama tim media, berencana untuk melayangkan surat laporan kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Gibran Rakabuming Raka, di Istana Negara. Langkah ini diambil untuk menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik mafia solar ilegal dan menunjukkan keberhasilan kinerja kabinet dalam mengatasi masalah ini.
Kasus mafia solar ilegal yang melibatkan oknum organisasi kewartawanan ini menjadi sinyal darurat bagi perlunya reformasi sistem digitalisasi dan transparansi dalam pengawasan distribusi BBM bersubsidi di Indonesia. Masyarakat menantikan tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk mengembalikan kepercayaan terhadap institusi kepolisian, serta memastikan bahwa para mafia BBM solar ilegal tidak bisa terus beroperasi dengan kebal hukum.
“Jika penanganan kasus ini lamban, maka akan semakin menguatkan persepsi bahwa mafia solar ilegal ini kebal hukum. Oleh karena itu, langkah cepat dan tegas diperlukan untuk menutup celah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tersebut,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
(RedaksiTim)