PAPUA – Ketegangan di wilayah Papua kian meningkat seiring dengan deklarasi perang terbuka oleh kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) terhadap militer Indonesia. Menyikapi situasi keamanan yang memburuk, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) secara resmi mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning) tertinggi, yakni Level IV, ke wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Peringatan perjalanan ini dirilis pada tanggal 30 April 2025 melalui situs resmi Departemen Luar Negeri AS. Dalam pernyataannya, AS menyarankan warganya untuk menghindari perjalanan ke wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan karena meningkatnya risiko kerusuhan sipil, konflik bersenjata, serta kemungkinan penculikan terhadap warga negara asing.
“Di Papua Tengah dan Papua Pegunungan, demonstrasi dan konflik yang disertai kekerasan dapat mengakibatkan cedera atau kematian pada warga AS,” tulis pernyataan Kemenlu AS. “Hindari demonstrasi dan kerumunan. Separatis bersenjata mungkin menculik warga negara asing.”
Pemerintah AS juga menyebutkan bahwa mereka memiliki kemampuan terbatas untuk memberikan bantuan konsuler dalam situasi darurat di wilayah tersebut. Bahkan, pegawai pemerintah AS di Indonesia diwajibkan memperoleh izin khusus sebelum melakukan perjalanan ke dua provinsi tersebut.
Peringatan ini muncul bersamaan dengan aksi bersenjata yang dilakukan oleh TPNPB-OPM di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah. Dalam aksi tersebut, kelompok bersenjata yang dipimpin Undius Kogoya mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap pos militer Indonesia di Titigi yang menyebabkan seorang prajurit TNI mengalami luka tembak. Selain itu, mereka juga mengeklaim telah membakar kendaraan tempur milik militer Indonesia.
Tidak hanya itu, TPNPB juga menuding militer Indonesia telah mengambil alih rumah seorang misionaris dan mengubahnya menjadi pos pertahanan militer dengan memblokir akses menggunakan karung berisi tanah. Kondisi ini memicu kepanikan di kalangan warga sipil di Distrik Anggruk, yang dilaporkan banyak melarikan diri ke hutan demi menghindari konflik.
Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyatakan bahwa pihaknya secara resmi akan terus melanjutkan perlawanan bersenjata terhadap militer Indonesia di seluruh wilayah Papua. “TPNPB akan terus melakukan perang melawan militer pemerintah Indonesia di seluruh tanah Papua,” ujar Sebby.
Lebih lanjut, pada 2 Mei 2025, TPNPB Kodap XVI Yahukimo juga mendeklarasikan perang terbuka melalui tujuh batalyonnya terhadap apa yang mereka sebut sebagai “pendudukan ilegal militer pemerintah Indonesia”. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh salah satu pimpinan kelompok OPM, Elkius Kobak, yang menegaskan kesiapannya untuk menyerang seluruh kekuatan militer dan milisi Indonesia di wilayah konflik.
Pihak TPNPB-OPM juga mengimbau pemerintah Indonesia, khususnya Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Panglima TNI, untuk tidak menggunakan senjata berat seperti helikopter tempur, senjata mesin, jet tempur, maupun bom dalam operasi militer di Papua. Mereka menilai penggunaan senjata berat hanya akan menambah korban jiwa di kalangan warga sipil yang tinggal di zona merah konflik.
“TPNPB siap hadapi militer pemerintah Indonesia di medan perang, senjata lawan senjata. Kita buktikan dan patuhi hukum humaniter selama perang terjadi,” tegas Sebby Sambom.
Situasi di Papua kini menjadi perhatian internasional, khususnya setelah keterlibatan langsung militer Indonesia dalam operasi penumpasan kelompok separatis dan meningkatnya eksodus warga sipil dari daerah konflik. Pemerintah Indonesia sendiri belum mengeluarkan tanggapan resmi terkait travel warning dari Amerika Serikat maupun pernyataan-pernyataan perang dari kelompok TPNPB-OPM.
Namun, yang jelas, eskalasi konflik ini menimbulkan kekhawatiran baru terhadap stabilitas keamanan nasional dan perlindungan warga sipil di Papua. Banyak pihak menilai perlu adanya pendekatan dialog yang lebih humanis dan strategi non-militer untuk menyelesaikan akar persoalan di wilayah tersebut.
(Edi D/Red/**)