MALANG – Dugaan pungutan liar (Pungli) yang mencuat di SMAN 1 Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, kian hari semakin memperlihatkan kejanggalan yang mencolok. Kepala sekolah Ernawati, yang seharusnya menjadi garda depan dalam menyelesaikan masalah ini, justru bertindak sebaliknya dengan memilih bungkam dan bahkan memblokir kontak WhatsApp sejumlah wartawan yang mencoba mengkonfirmasinya. Tindakan ini tidak hanya mencurigakan, tetapi juga memperkuat dugaan adanya upaya penutupan informasi yang seharusnya transparan.
Sebagai seorang pemimpin pendidikan, Ernawati seharusnya menunjukkan keberanian dan keterbukaan, bukan malah menghindar dan menutup diri. Sikap ini menunjukkan indikasi kuat bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dan tidak ingin diketahui publik. Tindakan memblokir wartawan adalah tindakan pengecut yang tidak layak dilakukan oleh seorang pejabat publik. Kritik keras pun datang dari Didik Suryanto, Sekretaris Tipikor LSM LP-KPK Komisi Daerah Jawa Timur.
Didik Suryanto menegaskan bahwa tindakan memblokir wartawan tidak hanya tidak dapat dibenarkan, tetapi juga menunjukkan bahwa Ernawati tidak siap bertanggung jawab atas kebijakannya. Menurutnya, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin institusi pendidikan harus siap menghadapi segala permasalahan dan risiko yang timbul dari kebijakannya, sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Keterbukaan informasi sangat penting agar masyarakat dapat mengetahui dan mempercayai kinerja penyelenggara negara, terutama dalam pengelolaan anggaran yang merupakan uang negara.
“Tindakan memblokir wartawan menunjukkan bahwa Ernawati takut terhadap kebenaran yang mungkin terungkap. Ini hanya memperkuat dugaan bahwa ada praktik tidak jujur dan korupsi yang sedang coba ditutupinya,” tegas Didik Suryanto dalam konfirmasinya melalui pesan WhatsApp, Kamis (23/5/2024) petang.
Didik juga menambahkan bahwa sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, sikap kepala sekolah yang tidak transparan semakin memperkuat dugaan adanya praktik mark up anggaran dan sikap anti kritik.
Ernawati tidak hanya melukai kepercayaan publik, tetapi juga merusak citra institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas. Sikapnya yang tertutup dan menghindar dari konfirmasi justru menambah kuat dugaan bahwa ada skandal besar yang sedang disembunyikan. Publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan sikap Ernawati hanya semakin menambah kecurigaan bahwa ada banyak hal yang tidak beres di SMAN 1 Gondanglegi.