Palu, 25 Oktober 2025 — Ikatan Pemuda Banggai Kepulauan (IPBK) Palu–Sulawesi Tengah menggelar Seminar dan Diskusi Publik bertajuk *“Menyikapi Dampak Positif & Negatif Tambang di Sulawesi Tengah”* yang berlangsung di Jazz Hotel Palu. Kegiatan ini menjadi forum strategis bagi berbagai kalangan untuk menyoroti dinamika dunia pertambangan yang kian berkembang pesat di wilayah tersebut.
Acara ini dihadiri sejumlah narasumber penting seperti Direktur WALHI Sulawesi Tengah, **Sunardi Katili, SH**, Akademisi Universitas Tadulako **Dr. Ir. Nur Sangadji, DEA**, Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah yang diwakili **Kabid Minerba Sultanisah, S.P., M.Si**, serta perwakilan Komnas HAM Sulteng **Luky Hermansyah**. Mereka bersama-sama membedah persoalan tambang dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ruang Nurani untuk Masa Depan Daerah
Ketua Umum IPBK Palu-Sulteng **Nasrun** dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ajang seremonial, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan kepedulian terhadap masa depan Sulawesi Tengah yang tengah menghadapi gelombang investasi tambang besar-besaran.
“Hari ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah ruang nurani, tempat kita menatap wajah pembangunan yang di satu sisi membawa harapan, namun di sisi lain menyimpan luka,” ujar Nasrun.
Ia menilai, pertambangan memang menjadi denyut ekonomi baru bagi daerah seperti Morowali, Banggai, dan Parigi Moutong. Namun, kemajuan tersebut juga menimbulkan persoalan serius seperti perampasan ruang hidup masyarakat, kerusakan lingkungan, dan ketimpangan sosial yang makin terasa.
“Kami dari IPBK meyakini bahwa pembangunan seharusnya tidak hanya diukur dari seberapa besar keuntungan yang dihasilkan, tetapi dari seberapa adil manfaatnya dirasakan oleh rakyat dan seberapa lestari alam yang diwariskan kepada generasi berikutnya,” tambahnya.
Dialog Terbuka untuk Keadilan dan Keberlanjutan
Forum ini diharapkan menjadi wadah bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil untuk berdialog secara terbuka dan berimbang. IPBK menegaskan pentingnya prinsip *sustainability*, keadilan sosial, dan kemanusiaan dalam setiap langkah pembangunan, khususnya di sektor ekstraktif seperti pertambangan.
Nasrun juga menekankan bahwa cinta tanah air bukan hanya slogan, tetapi tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian alam.
“Kita ingin memastikan bahwa pembangunan hari ini tidak menjadi penyesalan di masa depan. Membangun daerah bukan hanya tentang menambang kekayaan bumi, tetapi juga tentang menambang nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan,” tuturnya menutup sambutan.
Antusiasme Peserta dan Harapan Bersama
Setelah pembukaan resmi oleh Ketua Umum IPBK, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi dari para narasumber, diskusi panel, dan sesi tanya jawab interaktif. Peserta yang hadir terdiri dari mahasiswa, akademisi, aktivis lingkungan, LSM, serta perwakilan masyarakat dari berbagai daerah di Sulawesi Tengah.
Suasana diskusi berlangsung dinamis. Para peserta menyampaikan pandangan dan pengalaman langsung terkait dampak aktivitas pertambangan di daerah mereka masing-masing, terutama soal pengelolaan limbah, perubahan ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.
Kegiatan yang berlangsung hingga sore hari itu ditutup dengan seruan moral dari IPBK agar seluruh pemangku kepentingan terus memperjuangkan pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan di bumi Sulawesi Tengah.
(Roby/Edi D/Red/*)






