Probolinggo – Pernyataan Bupati Probolinggo, Dr. Mohamad Haris, yang melarang pejabat di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk “menernak LSM dan wartawan” terus menjadi bola panas di ruang publik. Bukannya mereda, klarifikasi yang disampaikan sang Bupati justru menimbulkan tafsir baru di tengah masyarakat.
Pernyataan itu pertama kali diucapkan dalam pelantikan pejabat eselon II di Pendopo Prasaja Ngesti Wibawa, Senin (20/10/2025). Saat itu, Bupati Haris menegaskan agar para pejabat tidak memanfaatkan media dan LSM untuk kepentingan pribadi atau membangun citra semu.
Namun, pernyataan tersebut justru menjadi bumerang. Sejumlah kalangan menilai bahwa yang paling sering menjalin kedekatan dan membangun komunikasi intens dengan media maupun LSM justru Bupati sendiri. Kritik ini pun menyeruak tajam di media sosial dan forum publik.
“Kalau bicara siapa yang paling banyak berinteraksi dan dekat dengan media serta LSM, ya jelas Bupatinya sendiri. Jadi lucu kalau sekarang justru pejabat yang disalahkan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Probolinggo yang enggan disebutkan namanya.
Klarifikasi Bupati Tak Redam Sorotan
Menanggapi kritik tersebut, Bupati Haris memberikan klarifikasi melalui sejumlah media online. Ia menyebut bahwa ucapannya bukan ditujukan kepada wartawan atau aktivis LSM, melainkan sebagai bentuk teguran keras kepada pejabat yang memanfaatkan hubungan pribadi untuk kepentingan tertentu.
“Saya mohon maaf secara pribadi. Tidak mungkin saya menyamakan sahabat-sahabat media dan LSM dengan ‘ternak’. Itu hanya teguran bagi pejabat yang menyalahgunakan hubungan dengan mereka,” ujar Bupati Haris dalam pernyataannya.
Meski begitu, klarifikasi tersebut belum sepenuhnya meredam persepsi publik. Di lapangan, justru muncul pandangan bahwa hubungan Bupati dengan sejumlah kalangan media dan LSM terlihat begitu dekat — mulai dari dukungan dalam kegiatan bersama hingga komunikasi politik yang terjalin intens.
Beberapa pihak menilai, pesan moral semacam itu seharusnya disampaikan dengan keteladanan, bukan sekadar teguran. Sebab, jika pemimpin daerah justru menampilkan hal serupa, maka pesan tersebut kehilangan makna dan berpotensi menjadi bahan cibiran.
Kritik atas Gaya Komunikasi Publik
Pengamat kebijakan publik menilai, fenomena ini menjadi refleksi penting tentang pentingnya kehati-hatian seorang kepala daerah dalam berkomunikasi. Di era keterbukaan informasi, setiap ucapan pejabat publik dapat dengan cepat membentuk persepsi dan memengaruhi kepercayaan masyarakat.
“Komunikasi publik seorang pemimpin tidak hanya soal isi pesan, tapi juga konteks dan keteladanan. Jika tidak hati-hati, pesan yang baik bisa berubah menjadi kontroversi,” ujar seorang akademisi yang enggan menyebutkan namanya.
Harapan untuk Sinergi Positif
Di tengah polemik yang berkembang, Bupati Haris tetap menyampaikan apresiasi terhadap insan pers dan LSM yang selama ini bersinergi dengan pemerintah daerah. Ia berharap kerja sama itu tetap terjalin demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Probolinggo.
“Kami tetap menghargai peran media dan LSM sebagai mitra strategis pemerintah daerah. Sinergi ini penting agar pembangunan berjalan transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Polemik ini menjadi pembelajaran publik bahwa kepemimpinan bukan hanya diukur dari kebijakan dan tindakan, tetapi juga dari kemampuan menjaga harmoni dalam komunikasi sosial-politik. Di era digital yang serba cepat, satu kalimat bisa berbuah simpati — atau sebaliknya, menciptakan badai opini.
*(Edi D/Red)*






