banner 728x250

Jerit Suarni dari Lereng Bromo: Luka Fisik dan Batin Akibat Dugaan Kekerasan WNA Hingga Terkencing – kencing yang Belum Terungkap

Jerit Suarni dari Lereng Bromo: Luka Fisik dan Batin Akibat Dugaan Kekerasan WNA Hingga Terkencing - kencing yang Belum Terungkap
banner 120x600
banner 468x60

Probolinggo — Potret kelam penegakan hukum kembali menyeruak dari lereng Bromo. Seorang janda bernama Suarni, warga Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, mengaku menjadi korban dugaan penganiayaan brutal oleh seorang warga negara asing (WNA) bernama Mr. Cui, pemilik Villa 88 di wilayah tersebut. Kasus yang telah dilaporkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Probolinggo sejak delapan bulan lalu itu, hingga kini belum menunjukkan titik terang.

Menurut penuturan saksi mata, aksi kekerasan itu terjadi di rumah Suarni, disaksikan oleh anaknya dan beberapa tetangga. Dengan penuh emosi, Mr. Cui diduga memukul dan menganiaya korban menggunakan asbak keramik, vas bunga, hingga mainan mobil-mobilan. Tak berhenti di situ, korban juga mengaku diduga ditendang, diinjak-injak, dan dipukul berulang kali hingga akhirnya tak kuasa menahan sakit dan terkencing-kencing di tempat.

banner 325x300

Setelah kejadian tersebut, Suarni berusaha menyelamatkan diri dengan berlari ke rumah ketua BPD Desa Sapikerep untuk meminta pertolongan. Namun, diduga Mr. Cui masih mengejar korban bersama seorang rekannya hingga ke rumah tersebut.

Kasus Berjalan Misterius di Polres Probolinggo

Delapan bulan berlalu, kasus ini belum kunjung menunjukkan perkembangan berarti. Padahal, laporan telah diterima Polres Probolinggo dan sejumlah saksi, termasuk istri BPD dan anaknya, telah dimintai keterangan sejak pagi hingga malam hari.

Namun anehnya, korban dan anaknya sempat menerima surat panggilan sebagai tersangka dengan nomor laporan yang sama seperti laporan awal yang dibuatnya. Setelah ramai dipertanyakan, surat tersebut ditarik kembali oleh Polres Probolinggo dengan alasan “salah ketik.”

Situasi ini menimbulkan kebingungan dan tanda tanya besar di tengah masyarakat. “Kami siap mendampingi Bu Suarni sampai tuntas. Ini bukan sekadar soal kekerasan, tapi soal martabat bangsa,” tegas ketua BPD Desa Sapikerep yang turut menjadi saksi dalam kasus tersebut.

Lebih lanjut, beberapa hari setelah pemeriksaan saksi utama, pihak kepolisian disebut masih mencari saksi tambahan dari lingkungan sekitar, bahkan dari warga yang tidak mengetahui kejadian tersebut. Salah satu saksi sempat menolak ketika diminta menjadi saksi dengan alasan tidak tahu kronologinya. “Kalau tidak tahu kejadiannya, kenapa mau jadi saksi?” ujar istri BPD menegaskan.

Kasus Masuk ke Komisi I DPRD Probolinggo

Merespons lambannya penanganan kasus, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Probolinggo, Muklis, menyatakan siap mengawal proses hukum agar berjalan transparan dan adil. Dalam pidatonya di hadapan warga dan aktivis, Muklis menyebut, penegakan hukum tak boleh tumpul ke bawah dan tajam ke atas.

“Kita memperjuangkan seorang wanita, seorang ibu, yang mencari keadilan. Semua saksi sudah kooperatif, maka tidak ada alasan bagi aparat untuk tidak menetapkan tersangka. Kami DPRD akan terus mendorong agar proses hukum ini mendapat kepastian,” tegas Muklis dalam pidatonya yang terekam digital oleh media.

Namun, saat dikonfirmasi ulang melalui sambungan WhatsApp, Muklis menyampaikan bahwa Polres Probolinggo masih menunggu keterangan dari satu saksi ahli karena pelaku merupakan WNA. “Ada kendala kemarin untuk meminta keterangan karena terduga adalah WNA,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah DPRD akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan korban, kuasa hukum, dan pihak kepolisian, Muklis menjawab singkat, “Gak perlu. Nanti Komisi I akan tembusi lagi ke Polres.”

Aliansi Aktivis dan Wartawan Turun Tangan

Kasus ini turut mendapat perhatian dari Aliansi Aktivis Probolinggo serta Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR) yang berkomitmen untuk mengawal hingga tuntas. Mereka menilai, proses hukum yang lamban dan berlarut-larut ini mencederai rasa keadilan masyarakat.

“Bukti visum, keterangan saksi, dan alat bukti sudah ada. Tapi kasus ini sudah sembilan bulan belum juga jelas ujungnya. Ini bukan sekadar perkara penganiayaan, tapi cermin lemahnya keberpihakan hukum terhadap warga kecil,” ujar Kang Suli, Ketua Koordinasi Aliansi Aktivis dalam pernyataannya, Sabtu (8/11/2025).

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Probolinggo AKP Putra F. sebelumnya sempat menyampaikan kepada media bahwa kasus ini akan segera digelar. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi lanjutan mengenai waktu pelaksanaan gelar perkara maupun penetapan tersangka. Bahkan, SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang seharusnya diterima oleh korban juga belum diberikan hingga kini.

Menanti Keadilan: Antara Hukum dan Kemanusiaan

Kasus dugaan penganiayaan terhadap janda lemah oleh WNA ini kini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum di Kabupaten Probolinggo. Masyarakat menantikan langkah tegas kepolisian dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, apalagi bila menyangkut WNA yang berbisnis di wilayah Indonesia.

Apakah hukum benar-benar akan berpihak kepada rakyat kecil seperti Suarni? Atau justru tunduk pada kekuatan modal dan pengaruh dari “big boss” pemilik Villa 88?

Rakyat menanti, dan sejarah akan mencatat: apakah keadilan masih hidup di bumi Probolinggo.

**(Edi D/Red/**)**

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *