Probolinggo, 11 Juni 2025 – Kontroversi proyek Revitalisasi MCWWTP yang berada di lingkungan PT PJB UP Paiton, yang merupakan bagian dari PLN Nusantara Power (PLN NP Construction), kembali memanas. Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (LSM AMPP) menolak keras jawaban yang diberikan oleh PLN NP Construction atas somasi yang dilayangkan sebelumnya. Jawaban yang dianggap normatif dan jauh dari substansi itu justru memperburuk kekecewaan publik terhadap proyek yang hingga kini belum selesai.
LSM AMPP melalui Ketua Umumnya, H. Lutfi Hamid BA, secara tegas menilai respons PLN NP Construction tidak profesional. Pihak perusahaan hanya mengklaim progres pengerjaan sudah mencapai 80% tanpa memberikan bukti-bukti teknis yang dapat diverifikasi dan tanpa menjawab poin-poin penting dalam somasi yang diajukan.
“Jawaban itu hanyalah pengalihan isu. Tidak ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan, tidak ada penjelasan soal kontraktor, dan tidak ada jawaban terkait permintaan audit maupun papan informasi proyek yang hilang. Proyek ini adalah proyek BUMN, bukan mainan,” tegas Lutfi kepada awak media.
Lebih lanjut, Lutfi mempertanyakan keterlibatan pihak-pihak yang mencoba menengahi persoalan ini tanpa memiliki kapasitas dan otoritas resmi. Ia secara khusus menyebut seorang berinisial TF yang mencoba mengambil peran sebagai mediator namun justru menimbulkan kebingungan baru di publik.
“Kami heran, tiba-tiba muncul figur yang seolah-olah menjadi pahlawan di tengah kekacauan ini. Ini bukan panggung pencitraan, ini soal uang negara dan tanggung jawab publik,” lanjut Lutfi.
LSM AMPP juga menyoroti pernyataan PLN NP Construction yang menyebut proyek akan selesai sebelum akhir tahun 2025. Menurut Lutfi, estimasi tersebut terkesan dipaksakan karena tekanan publik, bukan berdasarkan kajian objektif dan kondisi lapangan yang riil. Hingga berita ini diturunkan, lokasi proyek masih dalam kondisi mangkrak tanpa aktivitas signifikan.
LSM AMPP mengingatkan bahwa proyek ini diduga melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
- Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, terkait mutu dan waktu pengerjaan;
- Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 2 dan 11 tentang transparansi proyek publik;
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Kepatuhan Pajak yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran proyek.
Beberapa tuntutan yang diajukan LSM AMPP namun belum dipenuhi oleh PLN NP Construction meliputi:
- Penjelasan tertulis resmi tentang penyebab keterlambatan dan pihak yang bertanggung jawab;
- Audit menyeluruh atas seluruh proses proyek sejak 2021, termasuk proses pemilihan kontraktor;
- Pemasangan papan informasi proyek sebagai bentuk keterbukaan kepada publik.
“Jika pihak PLN dan mitranya terus bermain-main, maka publiklah yang akan menjadi korban. Kami tidak segan menempuh jalur hukum, termasuk melaporkan masalah ini ke KPK, Kejaksaan, dan LKPP,” pungkas Lutfi.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan lanjutan dari pihak PT PLN Nusantara Power Construction maupun kontraktor pelaksana proyek, yang menimbulkan spekulasi dan kekhawatiran atas kelanjutan dan transparansi proyek yang seharusnya rampung sejak tahun 2023 ini.
Investigasi akan terus dikembangkan untuk memantau perkembangan terbaru terkait proyek Revitalisasi MCWWTP ini.
(Bambang/Red/**)
Catatan Redaksi:
Berita ini disusun berdasarkan keterangan resmi dari LSM AMPP dan tanggapan PT PLN Nusantara Power Construction per tanggal 4 dan 11 Juni 2025. Tim redaksi terus memantau perkembangan kasus ini untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada pembaca. Jika terdapat informasi baru dari pihak terkait, kami akan melakukan update berita secepatnya demi transparansi dan kepentingan publik.