PROBOLINGGO — Penipuan dan penggelapan dalam transaksi jual beli sapi di Pasar Hewan Wonoasih, Kota Probolinggo, tak lagi dapat dipandang sebagai insiden terpisah. Dalam kurun **delapan bulan terakhir**, sedikitnya **10 kasus dengan pola hampir identik** terjadi tanpa satu pun pelaku berhasil diungkap. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai **efektivitas pengawasan dan tanggung jawab pengelola pasar serta aparat penegak hukum**.
Hampir seluruh peristiwa berlangsung pada **hari Sabtu**, saat aktivitas jual beli ternak memuncak dan pasar dipadati pembeli dari berbagai daerah. Situasi ramai diduga kuat dimanfaatkan pelaku untuk berbaur, membangun kepercayaan korban, lalu melancarkan aksi penipuan tanpa terdeteksi.
Sebagian besar korban diketahui merupakan **pembeli dari luar Kota Probolinggo**. Setelah kesepakatan transaksi terjadi, pelaku membawa kabur sapi maupun uang hasil jual beli dengan berbagai dalih. Kondisi ini menyulitkan proses pelacakan, lantaran korban tidak selalu berada di lokasi pascakejadian.
Berulangnya kasus dengan pola serupa mengindikasikan **masalah sistemik**, bukan semata kelicikan pelaku. Sejumlah pedagang mengungkapkan kejanggalan terkait **kamera pengawas (CCTV)** di Pasar Hewan Wonoasih. Berdasarkan keterangan saksi, CCTV di beberapa titik strategis kerap dalam kondisi tidak aktif saat kejadian berlangsung, sehingga upaya identifikasi pelaku menjadi nyaris mustahil.
“Kalau kejadiannya berulang dan selalu lolos, berarti ada yang salah dengan pengawasannya,” ujar salah satu pedagang sapi senior di lokasi.
Minimnya pengamanan dinilai tidak hanya membuka ruang kejahatan, tetapi juga menggerus **kepercayaan publik terhadap pasar tradisional** sebagai pusat transaksi ekonomi rakyat. Bagi pembeli dari luar daerah, Pasar Hewan Wonoasih kini dinilai rawan dan berisiko.
Sejumlah pedagang dan pengunjung mendesak **pengelola pasar dan Pemerintah Kota Probolinggo** melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari memastikan seluruh CCTV berfungsi optimal, menambah personel pengawas pada hari-hari rawan, hingga memperketat mekanisme transaksi ternak. Aparat kepolisian juga diminta meningkatkan patroli serta mempercepat pengungkapan kasus agar tidak menimbulkan kesan pembiaran.
Pengamat hukum pidana menilai, peristiwa ini mencerminkan persoalan klasik di banyak pasar tradisional di Indonesia: **aktivitas ekonomi tinggi tanpa sistem perlindungan memadai**. Tanpa pembenahan serius, pasar berpotensi menjadi ruang aman bagi kejahatan berulang dengan korban yang terus bertambah.
Masyarakat diimbau lebih berhati-hati dalam bertransaksi, tidak mudah percaya kepada pihak yang belum dikenal, serta memastikan setiap proses jual beli dilakukan secara jelas dan terdokumentasi. Setiap indikasi penipuan diharapkan segera dilaporkan kepada aparat penegak hukum untuk mencegah kerugian yang lebih luas.
Secara hukum, pelaku penipuan dan penggelapan dapat dijerat **Pasal 378 KUHP** tentang penipuan dan **Pasal 372 KUHP** tentang penggelapan, masing-masing dengan ancaman pidana penjara hingga **empat tahun**. Jika dilakukan secara bersama-sama, pelaku juga dapat dikenakan **Pasal 55 KUHP**. Selain itu, praktik tersebut bertentangan dengan **Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen**, yang menjamin hak konsumen atas keamanan dan kenyamanan dalam transaksi.
Kasus di Pasar Hewan Wonoasih menjadi **alarm publik** tentang rapuhnya sistem pengamanan di pasar tradisional. Tanpa langkah tegas dan transparan, penipuan jual beli ternak dikhawatirkan akan terus berulang, merugikan masyarakat, serta mencoreng kepercayaan terhadap roda ekonomi rakyat.
*(Tim Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya/**)*







