Tangerang (Investigasi88.com) — Badan pengelolaan keuangan daerah Kota Tangerang kembali menjadi sorotan tajam setelah muncul dugaan kebocoran anggaran subsidi transportasi publik Si Benteng (TAYO) yang mencapai Rp36 miliar per tahun. Program yang digadang mampu memperkuat layanan mobilitas warga ini dituding justru berubah menjadi ladang bancakan melalui manipulasi laporan operasional, lemahnya pengawasan, hingga praktik rekayasa jarak tempuh.
Informasi awal yang beredar menyebutkan bahwa dana subsidi yang digelontorkan setiap tahun itu tidak seluruhnya sampai kepada penerima manfaat, yakni masyarakat pengguna layanan. Sebagian dana diduga “menguap” melalui skema manipulasi kilometer, laporan operasional fiktif, hingga inefisiensi sistematis yang melibatkan sejumlah pihak.
Modus Manipulasi Kilometer dan Laporan Operasional
Salah satu temuan paling krusial dalam dugaan skandal ini adalah praktik yang dikenal sebagai “Main Kilometer”. Armada bus dilaporkan sengaja digantung atau dibiarkan berputar tanpa penumpang untuk menambah catatan kilometer. Semakin tinggi angka kilometer operasional, semakin besar subsidi yang dapat dicairkan.
Kondisi tersebut diperparah dengan tidak optimalnya pengawasan digital. BUMD Perseroda Tangerang Nusantara Global (TNG) yang bertanggung jawab mengelola sistem pencatatan tidak menerapkan GPS berbasis trayek secara ketat. Celah ini memudahkan oknum operator untuk membuat laporan fiktif terkait jarak tempuh maupun jumlah penumpang.
Perubahan mekanisme pembayaran dari sistem nontunai ke manual semakin memperkeruh keadaan. Kebijakan tersebut dinilai mempersulit audit serta membuka ruang manipulasi data penumpang.
Dishub dan BUMD TNG Disorot: Pengawasan Longgar, Sistem Mandul
Sorotan tajam juga diarahkan kepada Dinas Perhubungan Kota Tangerang selaku pemegang otoritas kebijakan. Struktur koordinasi antara Dishub dan Perseroda TNG dinilai tidak berjalan efektif. Sistem pengawasan yang semestinya menjadi benteng terakhir terhadap potensi penyimpangan justru tidak berfungsi optimal.
Ketika dikonfirmasi pada 29 November 2025, Kepala Dishub Kota Tangerang tidak dapat memberikan keterangan karena sedang menjalankan ibadah umrah. Ketiadaan penjelasan resmi menambah panjang daftar pertanyaan publik terkait akuntabilitas pengelolaan anggaran.
Di sisi lain, operator pihak ketiga berinisial L, yang juga diketahui merupakan pengurus Organda, diduga turut memainkan peran dalam praktik rekayasa data lapangan bersama sejumlah oknum sopir.
Efektivitas Rendah, Warga Beralih ke Transportasi Daring
Selain potensi korupsi, efektivitas program Si Benteng (TAYO) juga dipertanyakan. Banyak warga menilai trayek bus tidak menjangkau rute-rute vital perkotaan, sehingga keberadaannya tidak memberikan manfaat signifikan. Akibatnya, masyarakat lebih memilih layanan transportasi daring.
Ketidakseimbangan antara besar subsidi dan rendahnya tingkat pemanfaatan membuat publik semakin mempertanyakan urgensi program yang menghabiskan Rp3 miliar setiap bulan tersebut.
“Kalau masyarakat tidak menikmati, lalu siapa yang menikmati?” demikian pertanyaan yang muncul dalam diskusi publik di penghujung 2025.
DPRD Mendesak Audit Investigatif
Anggota DPRD Kota Tangerang, Saiful Milah, menjadi salah satu pihak yang paling vokal mendesak pemerintah daerah dan aparat hukum untuk turun tangan. Ia menilai indikasi penyimpangan sudah sangat kuat dan harus dibongkar melalui audit investigatif menyeluruh.
“Ini bukan isu kecil. Kerugian APBD bisa mencapai puluhan miliar setiap tahun. Kami meminta KPK, Kejaksaan, dan BPK untuk mengaudit seluruh mata anggaran Dishub dan TNG,” ujarnya.
Tuntutan Publik: Transparansi, Evaluasi Total, atau Hapus Program
Tekanan publik semakin menguat. Sejumlah kelompok masyarakat sipil mendesak Pemerintah Kota Tangerang melakukan langkah-langkah berikut:
- Menggratiskan layanan Si Benteng sebagai uji kelayakan program.
- Melengkapi semua armada dengan GPS berbasis trayek dan CCTV untuk mengurangi kecurangan.
- Memublikasikan data penggunaan dana subsidi secara terbuka kepada masyarakat.
- Mengalihkan anggaran Rp36 miliar ke sektor lebih krusial, seperti peningkatan fasilitas RSUD.
- Melakukan evaluasi total terhadap mekanisme kerja Dishub dan BUMD TNG.
Jika upaya pembenahan tidak menunjukkan hasil signifikan, publik meminta agar program Si Benteng dihentikan sepenuhnya karena dianggap tidak memberi manfaat maksimal.
Dugaan Korupsi Terstruktur, Penegak Hukum Didesak Bertindak
Badai skandal ini bukan lagi sekadar masalah administrasi atau inefisiensi birokrasi. Indikasi kuat adanya korupsi terstruktur membuat masyarakat Kota Tangerang resah. Kebocoran APBD yang masif dapat berdampak panjang terhadap kualitas pelayanan publik lain.
Absennya penjelasan resmi dari pihak Dishub dan lemahnya kontrol dari BUMD TNG memperkuat kesan bahwa pengawasan berada pada titik terendah. Aparat Penegak Hukum (APH) kini didesak untuk bertindak cepat dan tegas membongkar dugaan “bancakan” subsidi yang merugikan rakyat.
Masalah yang dibiarkan berlarut-larut ini bukan hanya mencoreng tata kelola keuangan daerah, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan Kota Tangerang.
(Edi D/Tim Redaksi Prima/**)






