banner 728x250

Dugaan Kebocoran PAD Lahat Menguat, Mekanisme Pajak Dinilai Menyimpang dari Regulasi

Dugaan Kebocoran PAD Lahat Menguat, Mekanisme Pajak Dinilai Menyimpang dari Regulasi
banner 120x600
banner 468x60

Lahat (Investigasi88.com) — Dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lahat mulai menjadi perhatian publik setelah Ketua Rajawali News sekaligus Ketua Rambo, Ali Sopian, menyatakan siap melaporkan indikasi penyimpangan tersebut kepada aparat penegak hukum. Ia menilai praktek pemungutan pajak daerah di Lahat tidak berjalan sebagaimana mestinya dan berpotensi menimbulkan kerugian daerah dalam jumlah signifikan.

Kebocoran PAD ini harus diperiksa. Kami mendesak penegakan hukum tanpa kompromi. Korupsi sudah merajalela, dan ini merugikan masyarakat,” ujar Ali Sopian, Selasa (9/12/2025).

banner 325x300

Penetapan Pajak Dinilai Tidak Berdasarkan Aturan

Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya pada sektor restoran dan parkir, tidak dilakukan berdasarkan omzet riil Wajib Pajak (WP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Sebaliknya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) disebut menggunakan pola “kesepakatan lisan” atau “kesanggupan WP membayar” sebagai dasar penetapan pajak. Mekanisme informal ini dinilai tidak memiliki landasan hukum, tidak dapat diverifikasi, dan membuka ruang terjadinya penyimpangan dalam penarikan pajak daerah.

Model penetapan pajak seperti ini mengubah pajak daerah menjadi pungutan yang bersifat subjektif dan arbitrer. Praktik tersebut berpotensi menciptakan kebocoran PAD yang tidak terukur serta mengurangi efektivitas fungsi pajak sebagai instrumen pembangunan daerah.

WP Besar Bayar Pajak Jauh Lebih Rendah dari Kapasitas

Dalam salah satu temuan, sebuah restoran besar yang dikenal sebagai mitra penyedia konsumsi pemerintah daerah, RM Dad, hanya dikenakan pajak sekitar Rp350.000 per bulan. Padahal omzet dari belanja pemerintah kabupaten ke restoran tersebut dilaporkan mencapai Rp1,6 miliar.

Beberapa pejabat Bapenda, sebagaimana disampaikan sumber internal, mengakui bahwa penetapan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pejabat dan WP serta bahwa audit pajak tidak pernah dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang menjadi WP prioritas.

Praktik tersebut dinilai menguntungkan WP besar dan menciptakan ketidakadilan bagi WP lain yang selama ini membayar pajak sesuai ketentuan.

Sistem Pengawasan Tapping Box Tidak Optimal

Selain dugaan penyimpangan pada penetapan pajak, sistem pengawasan yang menggunakan tapping box—perangkat yang merekam transaksi penjualan secara otomatis—dilaporkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Dalam beberapa kasus, tapping box hanya digunakan untuk mencatat transaksi sewa kamar pada sektor perhotelan, sementara transaksi restoran atau layanan lainnya tidak tercatat. Hal ini membuat data omzet tidak terekam secara utuh dan menyebabkan basis pengenaan pajak menjadi tidak akurat.

Bahkan dalam sejumlah laporan, keterlambatan pembayaran pajak tidak dikenakan sanksi maupun denda, yang menurut aturan semestinya menjadi bagian dari mekanisme pengendalian pajak daerah.

Kekacauan Database Pajak: NOPD Ganda hingga Data Tidak Sinkron

Masalah lain ditemukan pada aplikasi I-Tax, yang menjadi basis data pajak daerah. Sistem tersebut dilaporkan mengalami berbagai ketidaksesuaian, mulai dari Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD) ganda, data yang tidak konsisten, hingga ketidaksesuaian antara jenis usaha dan klasifikasi pajak.

Kondisi tersebut menunjukkan lemahnya tata kelola internal dan integritas data administrasi pajak. Pengelolaan database yang tidak akurat berpotensi melumpuhkan fungsi pengawasan dan mempersulit upaya identifikasi potensi penerimaan pajak.

Praktik Sistemik dan Berulang

Penetapan pajak dalam jumlah yang sama setiap bulan tanpa mengikuti fluktuasi omzet WP mengindikasikan bahwa praktik ini bukan terjadi sesekali, melainkan berlangsung dalam waktu lama dan bersifat sistemik.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kegagalan pengawasan bukan semata-mata akibat keterbatasan sumber daya manusia, tetapi kemungkinan merupakan bagian dari pola kebijakan informal yang telah berjalan di lingkungan Bapenda.

Laporan yang diterima juga menyebutkan bahwa pejabat Bapenda kerap menggunakan alasan keterbatasan SDM dan kebutuhan “memudahkan WP” sebagai pembenaran atas metode penetapan pajak yang tidak sesuai ketentuan.

Desakan Investigasi Menyeluruh

Melihat kompleksitas persoalan, berbagai pihak menilai bahwa Kabupaten Lahat tengah menghadapi krisis tata kelola perpajakan daerah. Mekanisme pengawasan, regulasi, dan teknologi yang seharusnya menjadi pengendali justru tidak berfungsi secara optimal.

Ali Sopian menegaskan akan menyiapkan laporan resmi lengkap dengan data pendukung untuk disampaikan kepada aparat penegak hukum. Menurutnya, dugaan penyimpangan ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan daerah dalam jumlah besar dan harus ditindaklanjuti melalui pemeriksaan menyeluruh.

Ini menyangkut hak masyarakat Lahat. Jika PAD bocor, pembangunan daerah pun ikut terdampak. Tidak boleh ada toleransi untuk praktik yang merugikan daerah,” ujarnya.

Tim investigasi internal juga menyiapkan visualisasi alur masalah sebagai bahan pendukung analisis awal mengenai potensi kerugian dan struktur penyimpangan yang terjadi.
(Edi D/PRIMA/**)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *