banner 728x250

“Gelap dan Mangkrak”: Proyek PSEL Kota Tangerang Disorot, LPKL-Nusantara Ancam Gugat DLH

“Gelap dan Mangkrak”: Proyek PSEL Kota Tangerang Disorot, LPKL-Nusantara Ancam Gugat DLH
banner 120x600
banner 468x60

TANGERANG — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang tengah berada di bawah sorotan tajam publik setelah Lembaga Pemerhati Kebijakan Lingkungan (LPKL-Nusantara) kembali melayangkan surat klarifikasi kedua yang hingga kini tak kunjung direspons. Isu yang diangkat tak main-main: proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL) yang dinilai mangkrak, dugaan kelalaian hukum dalam pengelolaan TPA Rawa Kucing, serta praktik retribusi yang dianggap “mencekik” masyarakat.

Ketua LPKL-Nusantara, Kapreyani, menilai DLH Kota Tangerang seakan “mati kutu” menghadapi desakan transparansi.

banner 325x300

“Kami sudah dua kali melayangkan surat klarifikasi resmi, tapi sampai sekarang tidak ada jawaban. Ada apa sebenarnya di tubuh DLH? Mengapa mereka seolah menutup diri dari publik?” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (8/10/2025).

Proyek PSEL Mangkrak, Anggaran Naik Drastis

Proyek strategis nasional di bidang energi terbarukan ini awalnya digadang-gadang menjadi solusi atas krisis sampah Kota Tangerang yang sudah mencapai titik kritis di TPA Rawa Kucing. Sejak 1992, lokasi itu menjadi penampungan utama sampah kota dan kini menampung ribuan ton setiap harinya.

Namun, alih-alih menunjukkan kemajuan, proyek PSEL yang dikerjakan bersama PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) justru terkesan mangkrak tanpa kejelasan.
Kapreyani menilai, hal itu kian mencurigakan ketika muncul usulan kenaikan anggaran tanpa rincian transparan.

“Proyeknya mandek, tapi anggarannya naik. Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Publik berhak tahu ke mana arah penggunaan dana tersebut,” tegasnya.

Kondisi stagnan itu, lanjutnya, tak hanya menunjukkan lemahnya manajemen proyek, tapi juga berpotensi membahayakan keberlanjutan lingkungan.
“Jika TPA Rawa Kucing dibiarkan terus menumpuk tanpa solusi energi terbarukan, kita tinggal tunggu waktu sebelum bencana ekologis terjadi,” imbuh Kapreyani.

Aroma Masalah Hukum: Mantan Kadis DLH Jadi Tersangka

Kinerja DLH juga makin tercoreng setelah Tihar Sopian, mantan Kepala DLH Kota Tangerang, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia dijerat dalam kasus kebakaran hebat yang melanda TPA Rawa Kucing pada 20 Oktober 2023.

Kebakaran tersebut sempat berlangsung selama berhari-hari dan menyebabkan polusi udara parah di wilayah Tangerang dan sekitarnya.
Menurut LPKL-Nusantara, kasus hukum ini menjadi cermin dari lemahnya tata kelola lingkungan di bawah kepemimpinan DLH.

“Kalau kebakaran sebesar itu saja bisa terjadi karena kelalaian, bagaimana kita bisa percaya proyek besar seperti PSEL bisa dikelola dengan benar?” sindir Kapreyani.

Retribusi “Mencekik” dan Tata Kelola Bermasalah

Tak berhenti di situ, LPKL-Nusantara juga menyoroti adanya praktik pemungutan retribusi oleh DLH yang dinilai membebani masyarakat dan pelaku usaha.
Meskipun belum ada data rinci yang diungkap, lembaga ini menilai kebijakan retribusi itu tidak transparan dan berpotensi disalahgunakan.

“Kebijakan DLH saat ini justru membebani masyarakat. Transparansi bukan sekadar kewajiban moral, tapi juga hukum,” ujar Kapreyani.

Bungkamnya DLH dan Ancaman Jalur Hukum

Sikap tertutup yang ditunjukkan oleh Sekretaris DLH Kota Tangerang ketika dikonfirmasi wartawan semakin memperkuat dugaan adanya masalah serius di instansi tersebut. Tidak hanya menghindar dari konfirmasi media, pejabat DLH juga terpantau mengabaikan surat resmi dari LPKL-Nusantara baik yang pertama maupun kedua.

Atas hal ini, LPKL-Nusantara berencana menempuh langkah hukum.
Kapreyani menyebut, pihaknya akan menggunakan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik.

“Kalau DLH tetap bungkam, kami siap melangkah ke jalur hukum. Ini bukan ancaman kosong. Kami akan bawa ke Pengadilan agar publik tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tegasnya.

Publik Menunggu Jawaban DLH

Seiring derasnya desakan transparansi dari masyarakat sipil, publik kini menanti sikap resmi DLH Kota Tangerang. Diam bukan lagi pilihan.
Proyek PSEL yang seharusnya menjadi solusi hijau justru kini berubah menjadi sorotan merah—simbol stagnasi, dugaan penyimpangan, dan kegagalan dalam menjaga lingkungan hidup kota yang terus berkembang pesat itu.

Apakah DLH akan menjawab tantangan LPKL-Nusantara, atau justru memilih terus bersembunyi di balik tembok birokrasi?

(Edi D/Red/PRIMA/**)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *