banner 728x250

Kasus Brondolan Sawit 80 Kg di Tapung Hulu: Dua Pekerja Dijerat Pasal Berat, Perusahaan Mangkir, Publik Geram

Kasus Brondolan Sawit 80 Kg di Tapung Hulu: Dua Pekerja Dijerat Pasal Berat, Perusahaan Mangkir, Publik Geram
banner 120x600
banner 468x60

Tapung Hulu, Riau (Investigasi88.com) – Penanganan kasus dugaan pencurian brondolan sawit 80 kilogram di PT Arindo Tri Sejahtera (ATS II) memicu kritik luas setelah dua pekerja rendahan, Darman Agus Gulo dan Herianto, ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal penggelapan yang dinilai tidak proporsional.

Nilai kerugian yang diperkirakan hanya Rp400 ribu justru berbanding terbalik dengan ancaman pidana yang disangkakan. Publik mempertanyakan motif dibalik ketegasan aparat dalam kasus bernilai kecil, sementara perusahaan yang dirugikan justru tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan perkara secara damai.

banner 325x300

Penyidik Polsek Tapung Hulu menetapkan kedua pekerja sebagai tersangka dengan Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan berbasis jabatan, pasal yang biasanya digunakan untuk kasus kerugian signifikan.

Dalam konteks kasus ini, keputusan tersebut dianggap terlalu berlebihan.

“Nilai kerugiannya kecil, pelakunya pekerja rendahan, ada bayi kecil, ada permintaan maaf, tapi yang dipakai pasal berat. Ini tidak masuk akal,” ujar salah satu pemerhati hukum lokal yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Sejumlah aktivis menilai penggunaan pasal tersebut mengarah pada dugaan kriminalisasi dan menunjukkan ketimpangan perlakuan hukum.

Pemerintah Desa Sumber Sari melalui Kepala Dusun V, Guna, bersama pihak kecamatan serta Pers Keadilan Tapung Hulu telah dua kali mengundang PT ATS II untuk mediasi melalui mekanisme Restorative Justice.

Namun perusahaan dua kali mangkir, termasuk atas panggilan resmi pada 10 Desember 2025.

Tidak ada penjelasan, tidak ada perwakilan, tidak ada alasan resmi.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik:

  • Apakah perusahaan sengaja menghindari mediasi?
  • Mengapa aparat tetap melanjutkan proses hukum meski perusahaan tidak menunjukkan itikad kooperatif?
  • Apakah penanganan kasus ini terkesan lebih melayani kepentingan korporasi daripada keadilan?

Polri selama ini mendorong penerapan Restorative Justice, terutama untuk kasus bernilai kecil dan tidak berdampak luas. Namun dalam perkara ini, ruang kemanusiaan itu justru hilang.

Fakta-fakta berikut diabaikan:

  • Nilai kerugian hanya ratusan ribu rupiah
  • Pekerja hanya buruh rendahan
  • Salah satu tersangka memiliki bayi berusia 4 bulan
  • Keluarga sudah membuat permohonan maaf tertulis
  • Perangkat desa dan kecamatan menyarankan damai
  • Perusahaan mangkir, namun proses hukum terus melaju

Kondisi ini membuat penegakan hukum dinilai kaku, formalistik, dan minim empati sosial.

Istri salah satu tersangka mengaku terpaksa menandatangani pernyataan menerima pemecatan tanpa pesangon asal suaminya tidak dipenjara.

“Anak kami masih bayi. Kami bukan penjahat, kami hanya cari makan. Tolong jangan buat hidup kami hancur,” ujar sang istri dalam pernyataan kepada Pers Keadilan Tapung Hulu.

Pernyataan ini memicu gelombang simpati dari warga sekitar.

Saat dikonfirmasi wartawan, Kapolsek Tapung Hulu, Iptu Riko Rizki Mazri SH MH, hanya memberikan respon singkat:

“Segera kami berikan jawaban resmi untuk memberikan kepastian hukum.”

Jawaban tersebut menuai kritik karena dinilai terlalu normatif dan tidak menanggapi persoalan utama terkait dugaan ketimpangan penegakan hukum.

Kasus ini mendorong munculnya pertanyaan yang lebih besar:

  • Mengapa aparat begitu tegas terhadap kasus kecil, namun perusahaan yang mangkir justru tidak mendapatkan konsekuensi?
  • Apakah penegakan hukum benar-benar netral?
  • Apakah aparat lebih mendengar suara korporasi daripada rakyat kecil?

Bagi sebagian aktivis, inti persoalan bukan soal 80 kilogram sawit, melainkan tentang arah penegakan hukum yang dinilai tergelincir dari nilai-nilai keadilan.

Kasus dua buruh sawit di Tapung Hulu menjadi potret ketimpangan hukum yang kembali mencuat. Publik kini menunggu langkah resmi Polsek Tapung Hulu dan pemerintah daerah untuk memastikan proses hukum berjalan transparan, adil, dan tidak mengorbankan masyarakat kecil.

Sumber: Pers Keadilan Tapung Hulu & PRIMA
Pewarta: Edi D

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *