banner 728x250

Praktik Mafia Tanah Diduga Marak di Tegal, LSPN: Ada Peran Oknum Desa dan Korporasi

Praktik Mafia Tanah Diduga Marak di Tegal, LSPN: Ada Peran Oknum Desa dan Korporasi
banner 120x600
banner 468x60

TEGAL — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Satria Pinayungan Nusantara (LSPN) resmi melayangkan surat peringatan dan imbauan kepada Bupati Tegal terkait dugaan praktik mafia tanah dan penyalahgunaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di sejumlah wilayah Kabupaten Tegal. Surat bernomor LSPN/029/XI/27/2025 tersebut ditandatangani Ketua LSPN, Jumar Hardiansyah, dan dikirim pada 3 Desember 2025 sebagai respons atas maraknya indikasi penyelewengan lahan dan praktik jual beli tanah pertanian secara terstruktur.

DUGAAN MODUS TERSTRUKTUR: KORPORASI MASUK, OKNUM DESA DIDUGA TERLIBAT

Dalam surat tersebut, LSPN menyoroti pola masuknya pihak korporasi dari Brebes ke Kabupaten Tegal. Tiga wilayah yang disebut terpapar adalah Desa Banjaranyar, Batu Agung, dan Cenggini. Di Desa Banjaranyar saja, luas lahan yang diincar ditaksir mencapai 300 hektare (Ha), dengan 50 Ha di antaranya disebut sudah beralih kendali.

banner 325x300

Korporasi yang disebut paling dominan dalam dugaan permainan ini adalah PT. Berkat Putih Abadi (BPA), sebuah perusahaan dari Semarang yang juga dikaitkan dengan kasus serupa di Brebes. LSPN menyebut PT BPA telah menguasai sekitar 1.000 Ha lahan dari target 3.000 Ha di wilayah tetangga tersebut, dan kini memperluas jaringan ke Kabupaten Tegal.

Tidak hanya itu, LSPN secara terbuka menyebut dugaan keterlibatan oknum aparatur desa. Sekretaris Desa Balapulang berinisial JW dan seorang oknum notaris berinisial I diduga berperan sebagai “calo tanah terselubung” yang menjembatani transaksi ilegal.

“Kami meminta Pemerintah Kabupaten Tegal segera melakukan sosialisasi dan memberikan peringatan keras kepada masyarakat agar mewaspadai praktik mafia tanah yang memanfaatkan program PTSL,” tegas Jumar Hardiansyah.

PTSL DIDUGA DIJADIKAN ALAT: SERTIFIKAT TAK PERNAH SAMPAI KE TANGAN PETANI

Salah satu poin paling serius yang disampaikan LSPN adalah dugaan penyalahgunaan program PTSL, yakni program nasional yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu agar dapat memperoleh sertifikat tanah secara cepat dan murah.

Namun dalam praktiknya, menurut LSPN, program ini diduga dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan korporasi:

  • Sertifikat PTSL yang sudah jadi tidak diberikan kepada pemilik lahan (petani), melainkan langsung dibawa panitia menuju kantor notaris untuk memproses jual beli.
  • Petani hanya diminta tanda tangan dokumen AJB/PPJB tanpa penjelasan, tanpa kwitansi pembayaran, dan tanpa salinan dokumen.
  • Pembelian tanah secara absentee (pembeli bukan warga kecamatan setempat), yang bertentangan dengan UUPA No. 5 Tahun 1960.
  • Alih fungsi lahan dilakukan kilat, dengan nama awal perorangan (karyawan PT BPA atau notaris), kemudian dilepas ke PT BPA dan diajukan perubahan zona menjadi zona industri.

Modus ini disebut mirip dengan pola yang terjadi di Brebes, di mana korporasi memanfaatkan celah hukum serta kelengahan aparat desa.

ANCAMAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DAN LINGKUNGAN

LSPN menilai praktik jual beli yang cenderung menyasar lahan pertanian produktif tersebut sangat berbahaya bagi daerah. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dipastikan menggerus cadangan pangan lokal, terutama di tengah program nasional penguatan ketahanan pangan yang digencarkan pemerintah pusat.

Selain itu, hilangnya lahan resapan air di tiga desa tersebut berpotensi memicu banjir, longsor, dan mempercepat kerusakan lingkungan skala desa hingga kecamatan.

LSPN MINTA BUPATI TEGAL AMBIL TINDAKAN: DARI SOSIALISASI HINGGA PENGAWASAN KETAT

Dalam suratnya, LSPN mendesak Bupati Tegal untuk:

  1. Aktif melakukan sosialisasi tentang bahaya mafia tanah kepada masyarakat desa terdampak.
  2. Memerintahkan dinas terkait, terutama BPN dan Dinas Pertanian, untuk bertindak sesuai peraturan perundang-undangan.
  3. Mengawasi ketat program PTSL, memastikan tidak digunakan untuk kepentingan korporasi maupun oknum aparat desa.

Sebagai bentuk transparansi, surat tersebut ditembuskan kepada:

  • Ketua DPRD Kabupaten Tegal
  • Kejaksaan Negeri Tegal
  • BPN Kabupaten Tegal
  • Kapolres Tegal
  • Kepala Desa Banjaranyar, Batu Agung, dan Cenggini

BELUM ADA TANGGAPAN RESMI PEMKAB TEGAL DAN BPN

Hingga laporan ini disusun, Pemerintah Kabupaten Tegal, BPN Kabupaten Tegal, maupun PT Berkat Putih Abadi belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan yang dilayangkan LSPN. Meski demikian, isu mafia tanah bukanlah hal baru di Kabupaten Tegal.

Pada beberapa tahun sebelumnya, berbagai kasus serupa muncul, termasuk keluhan pungutan liar (pungli) PTSL, biaya berlebih, hingga sengketa lahan yang melibatkan korporasi besar—salah satunya konflik dengan PT Winners International pada 2023.

LSPN: Bupati Tegal Harus Turun Tangan Sebelum Terjadi Krisis Pangan dan Konflik Agraria

LSPN berharap Bupati Tegal tidak menunda tindakan, sebab dugaan praktik jual beli tanah secara masif dan absentee berpotensi menimbulkan konflik antarwarga, memicu krisis pangan, serta memperburuk kerusakan lingkungan.

“Kami berharap Bupati Tegal bertindak tegas, bukan hanya administratif, tetapi juga penindakan sesuai hukum,” tegas Jumar Hardiansyah.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik Tegal dan sekitarnya. Semua pihak menunggu langkah nyata dari pemerintah daerah dalam menghentikan praktik mafia tanah yang semakin terorganisir dan diduga melibatkan korporasi hingga oknum pejabat desa.

(Edi D/Teguh/PRIMA)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *