Bekasi – Aroma skandal tengah menyelimuti Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Diskominfo) Kabupaten Bekasi. Realisasi anggaran fantastis sebesar Rp113 miliar pada Tahun Anggaran 2023 yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI kini menjadi pusat perhatian publik dan aktivis antikorupsi.
Namun yang lebih mencengangkan, upaya jurnalis untuk meminta klarifikasi justru dibalas dengan penolakan, intimidasi, hingga ancaman pelaporan ke Dewan Pers oleh oknum pegawai Diskominfo berinisial TJ atau Tata Jaelani, yang diduga merupakan bagian dari lingkungan kepegawaian instansi tersebut.
Temuan BPK Jadi Sorotan, Klarifikasi Malah Ditolak
LHP BPK yang memuat realisasi anggaran Rp113 miliar di Diskominfo Bekasi memunculkan tanda tanya besar mengenai efektivitas, urgensi, dan pertanggungjawaban program teknologi informasi pada tahun tersebut.
Alih-alih memberikan penjelasan yang semestinya menjadi kewajiban pejabat publik, jurnalis yang mencoba menelusuri temuan tersebut mendapatkan respons tidak profesional. Dalam komunikasi yang beredar luas di ruang publik dan grup diskusi jurnalis Grup Prima, Tata Jaelani disebut menolak memberikan klarifikasi dan bahkan mengklaim terjadi “pencatutan nama”, sebelum kemudian melontarkan ancaman akan melapor balik ke Dewan Pers.
Sikap ini dinilai bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi, terlebih Diskominfo merupakan lembaga yang bertugas memastikan komunikasi publik berjalan transparan.
Ali Sopyan dan Jurnalis Prima Desak Penindakan
Reaksi keras datang dari Ali Sopyan, representasi Relawan Membela Prabowo (RAMBO), yang secara tegas meminta aparat penegak hukum turun tangan. Ia menilai tindakan Tata Jaelani telah mencederai demokrasi, kebebasan pers, serta menggambarkan adanya “ketakutan struktural” di tubuh Diskominfo terkait dugaan penyimpangan anggaran.
“Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik. Kalau ada oknum pemerintah mengancam pers, itu bukan hanya arogan, tapi juga dugaan kuat ada sesuatu yang hendak ditutup-tutupi,” ujar Ali Sopyan.
Jurnalis dari Grup Prima juga menyatakan keresahan atas tindakan oknum tersebut yang dianggap menghalangi tugas peliputan, mengganggu kinerja media, serta menimbulkan rasa tidak aman.
Desakan Audit Total dan Penegakan Hukum
Selain ancaman yang diterima awak media, skandal anggaran Rp113 miliar di Diskominfo Bekasi makin menimbulkan kecurigaan publik. Aktivis antikorupsi, pemerhati kebijakan, hingga praktisi media mendesak agar Kejaksaan Agung, KPK, BPK, serta Polda Metro Jaya segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.
Realisasi anggaran yang disebut “nyaris habis” tanpa penjelasan rinci mengenai output dan dampak terhadap masyarakat memicu dugaan adanya praktik mark up, proyek fiktif, hingga skema pemborosan anggaran.
Kontroversi ini juga dinilai sebagai ujian bagi integritas aparatur negara. Diskominfo yang seyogianya menjadi garda terdepan informasi publik justru dinilai mempertontonkan praktik tertutup, tidak responsif, dan mengabaikan etika pelayanan.
Publik Menunggu Langkah Tegas Aparat
Skandal ini kini memasuki fase genting. Desakan publik semakin keras, sementara sikap pejabat Diskominfo yang terkesan defensif justru menambah kecurigaan. Kejelasan aliran penggunaan anggaran Rp113 miliar menjadi tuntutan utama masyarakat Bekasi.
Polda Metro Jaya didorong untuk menindak dugaan intimidasi pers, sementara lembaga penegak hukum lainnya diminta melakukan audit investigatif untuk memastikan tidak ada potensi kerugian negara atau tindakan KKN yang merugikan publik.
Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa kebebasan pers harus dihormati, dan pejabat publik wajib memberikan akses informasi, bukan sebaliknya menghalangi, apalagi mengancam.
(Edi D/Tim Redaksi Prima/**)






