Banyumas, 3 Desember 2025 — Dugaan praktik mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar kembali mencuat di wilayah Banyumas, Jawa Tengah. Aktivitas ilegal yang sudah lama dikeluhkan masyarakat ini kembali terbongkar, setelah tim media menemukan modus ‘pengangsuan’ — praktik pengumpulan BBM bersubsidi secara sistematis menggunakan sejumlah truk — di salah satu SPBU kawasan Sokaraja. Temuan tersebut memicu desakan keras agar Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) serta Aparat Penegak Hukum (APH) bergerak cepat dan melakukan pemberantasan total.
Modus Terungkap di SPBU Sokaraja: Operator Berkelit, Sopir Bongkar Fakta
Kejadian bermula pada Rabu (3/12/2025) sekitar pukul 11.00 WIB, ketika awak media memergoki sebuah truk mengisi Solar subsidi secara tidak wajar di SPBU 44.531.16 Sokaraja Kulon, Kecamatan Sokaraja. Saat dikonfirmasi, operator SPBU tampak berusaha mengalihkan perhatian dan memberikan jawaban tidak konsisten.
Namun, sopir truk yang tertangkap di lokasi justru memberi pengakuan jujur. Ia menyebut praktik itu baru dimulai hari tersebut dan melibatkan sekitar lima unit truk. Tidak hanya itu, sang sopir menyebut nama inisial seorang pengendali yang diduga berasal dari Cilacap, berinisial (W).
“Baru mulai hari ini, Mas. Ada sekitar tiga truk dulu, totalnya lima,” ujar sopir tersebut.
Koordinator Lapangan Akui Setoran ‘Atensi’: Jaringan Diduga Menyebar ke Purbalingga
Lebih mencengangkan lagi, seorang pria berinisial (H) yang mengaku sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) jaringan mafia tersebut, mengonfirmasi bahwa kegiatan itu memang terorganisasi. Ketika dihubungi lewat telepon, ia terang-terangan menyebut telah melakukan “pengondisian” terhadap seseorang berinisial (YT) guna memuluskan operasi di wilayah Banyumas.
Bahkan, (H) secara menantang mengundang awak media untuk datang ke posko mereka yang diduga terletak di SPBU Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Indikasi ini memperlihatkan bahwa jaringan mafia BBM subsidi tersebut kemungkinan telah beroperasi lintas kabupaten.
Penyelewengan BBM Subsidi adalah Kejahatan Berat
Penyalahgunaan Solar subsidi merupakan kejahatan serius. Pemerintah menegaskan bahwa BBM bersubsidi diprioritaskan untuk rakyat kecil, sektor pertanian, transportasi publik, serta UMKM. Penyelewengan untuk kepentingan bisnis ilegal merugikan negara dan mengganggu distribusi energi nasional.
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, yang telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023, pelaku dapat dijerat Pasal 55, dengan ancaman:
- Pidana penjara hingga 6 tahun, dan
- Denda maksimal Rp60 miliar.
Ancaman itu seharusnya menjadi peringatan keras, namun praktik mafia BBM seolah terus muncul karena diduga adanya bekingan atau kelengahan pengawasan di lapangan.
Desakan Menguat: BPH Migas, Polisi, dan Propam Diminta Turun Tangan
Aktivis pers berinisial (T) menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan. Ia mendesak BPH Migas serta institusi kepolisian untuk segera melakukan razia, penyelidikan, dan penindakan hingga ke akar-akarnya.
“Saya meminta BPH Migas dan kepolisian segera bertindak. Jangan hanya SPBU atau sopir yang ditertibkan, tapi jaringan mafianya harus dibongkar. Praktik ini merugikan negara dan rakyat,” tegasnya.
(T) juga meminta Divisi Propam Polri melakukan pengawasan internal untuk memastikan tidak ada oknum penegak hukum yang terlibat atau mem-backup jaringan tersebut, mengingat sejumlah kasus serupa sebelumnya dinilai mandek tanpa kejelasan.
Masyarakat pun didorong berpartisipasi aktif dalam pengawasan, terutama karena mafia BBM kerap memanfaatkan kelengahan aparat maupun pihak SPBU untuk menjalankan aksinya.
Harapan Publik: Operasi Bersih-Bersih dan Penindakan Tanpa Toleransi
Penindakan atas kasus ini diharapkan tidak berhenti pada sopir atau operator SPBU semata, tetapi menelusuri jaringan, aliran dana, serta para aktor intelektual di baliknya. Publik berharap aparat bertindak profesional dan transparan untuk memastikan Solar subsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak.
Kasus Banyumas menjadi alarm keras bahwa praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi masih marak dan membutuhkan langkah tegas serta sinergi lintas instansi untuk memberantas jaringan mafia yang diduga memiliki pola kerja rapi dan terstruktur.
(Edi D/PRIMA/*)**






