Jakarta — Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (DPP PWOD) melayangkan kritik keras terhadap kinerja Dewan Pers Republik Indonesia. Dalam pernyataan resminya di Jakarta, Minggu (5/10/2025), Ketua Umum DPP PWOD, Feri Rusdiono, S.E., menilai lembaga yang seharusnya menjadi penjaga kemerdekaan pers itu justru telah gagal menjalankan amanat reformasi dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Dewan Pers hari ini bukan lagi payung bagi seluruh insan pers, tetapi telah menjelma menjadi menara gading yang berdiri di atas kepentingan kelompok tertentu,” tegas Feri Rusdiono dalam keterangan persnya.
Menurutnya, lembaga itu kini lebih sering berperan sebagai alat pembatasan media daripada pelindung kebebasan pers sebagaimana cita-cita reformasi 1998. Akibatnya, semangat kemerdekaan pers yang dijunjung tinggi sejak lahirnya reformasi mulai pudar.
Kemerdekaan Pers Menurun, Indonesia Terpuruk di Indeks Dunia
PWOD menyoroti bahwa merosotnya kebebasan pers Indonesia di tingkat global menjadi bukti nyata dari kegagalan Dewan Pers. Berdasarkan laporan World Press Freedom Index 2025 yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF), Indonesia hanya berada di peringkat ke-127 dari 180 negara.
“Angka itu bukan sekadar statistik, tapi cermin dari lemahnya perlindungan terhadap jurnalis dan media. Dewan Pers tidak bisa cuci tangan dari fakta ini,” kata Feri menekankan.
PWOD menilai kebijakan Dewan Pers selama beberapa tahun terakhir menciptakan dikotomi tajam antara media besar dan media kecil, terutama dalam hal verifikasi dan pengakuan kelembagaan pers. Banyak media daerah tersingkir hanya karena tidak mampu memenuhi syarat administratif yang berat, sementara nilai profesionalisme dan tanggung jawab sosial justru diabaikan.
“Dewan Pers seharusnya membina dan melindungi, bukan membatasi. Pasal 15 Undang-Undang Pers tidak memberi mandat bagi mereka untuk menentukan siapa yang boleh disebut wartawan atau media,” ujarnya.
Tiga Krisis yang Menggerogoti Dunia Pers
PWOD mengidentifikasi tiga krisis besar yang kini dihadapi dunia pers nasional: krisis kepercayaan, krisis moralitas, dan krisis independensi lembaga.
- Krisis kepercayaan, karena publik menilai media terlalu dekat dengan kepentingan politik dan ekonomi.
- Krisis moralitas, akibat sebagian insan pers terjebak dalam pragmatisme dan kehilangan idealisme.
- Krisis independensi, karena Dewan Pers dinilai tidak netral dan cenderung berpihak.
“Ketiganya saling terkait dan memperlemah fungsi kontrol sosial pers terhadap kekuasaan,” ujar Feri.
Desak Presiden Bentuk Tim Independen Nasional
Melihat kondisi itu, PWOD secara resmi mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengambil langkah nyata dengan melakukan evaluasi dan rekonstruksi total terhadap struktur serta tata kelola Dewan Pers.
PWOD mendorong pembentukan Tim Independen Nasional yang beranggotakan tokoh pers, akademisi, dan pakar hukum untuk meninjau ulang fungsi Dewan Pers berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi.
“Pembenahan Dewan Pers bukan hanya soal lembaga, tetapi soal penyelamatan demokrasi nasional. Demokrasi tidak bisa hidup tanpa pers yang merdeka, tapi kemerdekaan itu harus beretika dan berkeadilan,” ucapnya.
Kritik terhadap Elitisme dan Ketertutupan Dewan Pers
Feri Rusdiono menilai Dewan Pers saat ini terlalu elitis dan eksklusif. Fokusnya lebih banyak pada regulasi dan formalitas verifikasi media, tetapi mengabaikan kesejahteraan wartawan, terutama di daerah-daerah terpencil.
“Wartawan di pelosok adalah ujung tombak demokrasi, tetapi selama ini mereka seolah diperlakukan sebagai warga kelas dua,” kritiknya.
PWOD menegaskan bahwa reformasi Dewan Pers bukan upaya menjatuhkan lembaga, melainkan gerakan moral untuk mengembalikan marwah Dewan Pers sebagai rumah besar seluruh insan pers Indonesia.
“Kami ingin Dewan Pers kembali ke khitahnya — menjadi lembaga yang melindungi, bukan menghakimi; menegakkan etika, bukan membungkam suara kebenaran,” tutur Feri.
Seruan Solidaritas Nasional Insan Pers
PWOD juga menyerukan agar seluruh organisasi pers di Indonesia bersatu tanpa sekat dan diskriminasi. Kebijakan eksklusif Dewan Pers selama ini, menurut Feri, justru memperdalam jurang perpecahan antarorganisasi jurnalis.
“Kalau Dewan Pers ingin dihormati, ia harus membuka diri, bukan menutup diri. Reformasi tidak akan berhasil tanpa keterbukaan,” tegasnya.
PWOD pun berkomitmen untuk terus mengawal agenda reformasi Dewan Pers hingga tuntas. Dalam waktu dekat, DPP PWOD akan menyusun Naskah Rekomendasi Nasional Reformasi Dewan Pers yang akan diserahkan kepada Presiden RI dan DPR RI sebagai bahan kajian dan aspirasi publik.
“Kami tidak akan berhenti sampai kebebasan pers dijalankan sesuai amanat Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita reformasi. Ini perjuangan moral seluruh wartawan Indonesia,” pungkas Feri Rusdiono.
DPP PWOD menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk kepentingan organisasi semata, melainkan demi masa depan demokrasi bangsa.
“Musuh kita bukan sesama wartawan, tapi sistem yang membungkam kebebasan berpikir dan menyampaikan kebenaran,” ujarnya menutup pernyataan.
Dengan semangat profesionalisme, keadilan, dan solidaritas nasional, PWOD mengajak seluruh insan pers untuk bersatu memperjuangkan kemerdekaan pers sejati — bukan kebebasan semu yang dikendalikan segelintir kekuasaan.
🖊️ (Edi D/PRIMA/Redaksi Tim)