Probolinggo — Sorotan tajam kembali mengarah pada aktivitas pertambangan ilegal di kawasan hutan Desa Patalan, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo. Pasalnya, selain menyebabkan kerusakan ekosistem hutan secara masif, praktik tambang tanpa izin ini juga diduga telah menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Wintono, Koordinator Forum Hijau Pendalungan, menyebutkan bahwa aktivitas tambang di petak 10e hutan Patalan telah berlangsung cukup lama dan semakin merajalela tanpa pengawasan serius dari aparat penegak hukum. “Negara kembali dirugikan akibat kepentingan bisnis gelap satu golongan. Ironisnya, aparat penegak hukum seolah tutup mata atas kejahatan lingkungan yang sudah nyata terjadi,” tegas Wintono saat ditemui di Probolinggo, Sabtu (8/11/2025).
Menurutnya, material yang ditambang merupakan tras—bahan baku industri semen yang memiliki nilai ekonomi cukup besar. “Memang tidak sebanding dengan emas atau batu bara, tetapi jika ditinjau dari skala kerusakan dan nilai produksi, potensi kerugian negara bisa mencapai puluhan miliar rupiah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wintono menambahkan bahwa dugaan kuat praktik pertambangan ilegal di kawasan hutan tersebut melibatkan oknum dengan jaringan kuat. Ia bahkan mengungkapkan inisial pelaku utama yang disebut-sebut sebagai “mafia tambang Probolinggo”.
“Sosoknya seorang perempuan berinisial F. Dia dikenal dekat dengan sejumlah pejabat, termasuk di institusi kepolisian,” ungkap Wintono.
Menanggapi maraknya praktik tambang ilegal yang merusak hutan konservasi tersebut, Forum Hijau Pendalungan memastikan akan menempuh jalur hukum. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) untuk melaporkan kasus ini secara resmi.
“Berdasarkan data dan kajian yang kami miliki, unsur pidana korupsi dalam kasus tambang Patalan sudah terpenuhi. Karena selain ada pelanggaran hukum lingkungan, juga terdapat indikasi kuat terjadinya kebocoran keuangan negara,” jelasnya.
Forum Hijau Pendalungan berharap Kejati Jatim dapat bertindak tegas terhadap siapapun yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut, tanpa pandang bulu. “Kami ingin melihat keseriusan penegak hukum dalam menegakkan keadilan lingkungan. Jangan biarkan mafia tambang terus memperkaya diri dari sumber daya alam yang seharusnya dijaga untuk generasi mendatang,” tambah Wintono.
Selain menimbulkan kerugian negara, aktivitas tambang liar di hutan Patalan juga berdampak luas terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Area yang sebelumnya hijau dan menjadi penyangga air kini berubah menjadi lahan gersang penuh lubang bekas galian.
“Kerusakan itu tidak hanya mengganggu ekosistem hutan, tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam sekitar. Air menjadi keruh, lahan pertanian rusak, dan keanekaragaman hayati pun hilang,” tutur aktivis asal Leces tersebut dengan nada prihatin.
Ia menegaskan bahwa praktik tambang ilegal merupakan bentuk nyata keserakahan yang menabrak nilai moral, hukum, dan kemanusiaan. “Cukup sudah hutan Patalan yang menjadi korban keserakahan mafia tambang ilegal. Kami tidak ingin kerusakan ini meluas ke wilayah lain,” tandasnya.
Desakan publik kini semakin kuat agar aparat penegak hukum turun tangan serius. Aktivis lingkungan, akademisi, hingga pegiat sosial di Probolinggo mulai bersuara agar pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut memantau perkembangan kasus ini.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum lingkungan di Jawa Timur. Mafia tambang akan merasa kebal hukum karena memiliki koneksi dengan pihak berwenang,” kata Wintono menutup keterangannya.
(Edi D/Red/**)






