Mojokerto – Kasus penyalahgunaan obat keras jenis pil Double L yang melibatkan tiga terduga di Mojokerto kini memasuki babak baru. Pada Sabtu (14/12/2024), Polsek Mojoanyar resmi memulangkan tiga terduga, yakni Febri Kurniawan, Rudianto, dan Beni Supratio, setelah pihak kepolisian menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk melanjutkan penyelidikan.
Ketiga terduga yang berasal dari Desa Bolorejo, Kemlagi, dan Desa Beratkulon, Gedeg ini sebelumnya telah diperiksa dalam kaitannya dengan dugaan tindak pidana penyebaran, penyimpanan, dan penyalahgunaan pil Double L, obat keras yang selama ini marak disalahgunakan. Meskipun sempat menjadi perhatian publik, polisi menyatakan bahwa bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuktikan keterlibatan mereka dalam tindak pidana.
Pemulangan ini dipimpin langsung oleh Listiyono, S.H., Plt. Kanit Reskrim Polsek Mojoanyar. “Ketiga terduga dipulangkan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Sebagai langkah pengawasan, mereka diwajibkan untuk melapor setiap hari Senin dan Kamis,” ungkap Listiyono saat membacakan berita acara pemulangan.
Namun, proses hukum yang berlangsung mendapat sorotan tajam dari LBH LIRA Jawa Timur. Tim hukum dari LBH LIRA yang dipimpin oleh Advokat Alexander Kurniadi, S.Psi., S.H., M.H., dan Advokat Warti Ningsih, S.H., M.H., mendampingi proses hukum tersebut sejak awal. Mereka turut hadir di Polsek Mojoanyar untuk memastikan agar hak-hak para terduga tetap terlindungi dalam proses hukum ini.
Samsudin, Gubernur LIRA Jawa Timur, mengungkapkan kritik keras terhadap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum kepolisian dan seorang pengacara bernama Wahyu Suhartatik. Menurut laporan yang diterima, Wahyu diduga menawarkan bantuan dengan imbalan uang sebesar Rp30.000.000 per orang, dengan ancaman jika uang tidak diberikan, para terduga akan dipindahkan ke Surabaya.
Samsudin menegaskan, “Kami tidak bisa tinggal diam. Penegakan hukum yang tidak sesuai prosedur mencederai kepercayaan masyarakat. Kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum dan kode etik profesi untuk memastikan bahwa tindakan yang tidak profesional ini diproses dengan seadil-adilnya.”
Dalam hal ini, LBH LIRA Jawa Timur menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Mereka berharap agar aparat penegak hukum selalu bertindak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak terpengaruh oleh praktik-praktik tidak etis yang dapat merusak citra keadilan.
Kasus ini menyoroti betapa pentingnya pengawasan terhadap jalannya proses hukum, serta perlunya lembaga-lembaga hukum seperti LBH LIRA untuk melindungi hak-hak warga negara. Keberhasilan dalam mendampingi para terduga ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk menjaga profesionalisme dalam menjalankan tugas mereka.
(SAHAR/Red/**)