Kampar — Keputusan Penjabat (Pj) Kepala Desa Kusau Makmur, Jaka, menandatangani surat perjanjian kerja sama antara PT Arindo Trisejahtera dengan Koperasi Produsen Indah Damai Sejahtera tanpa melalui musyawarah desa (Musdes) menuai gelombang kekecewaan dan kemarahan dari masyarakat. Aksi yang dinilai sepihak itu dianggap tidak transparan dan berpotensi merugikan hak masyarakat desa, terutama terkait pembagian lahan sebesar 20 persen dari Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
Perjanjian yang tertuang dalam surat bernomor 66/FKMS/ATS/LGL-PKU/VI/2025, ditandatangani oleh Pj Kades Jaka pada Kamis (16/10/2025) tanpa melalui proses deliberasi sebagaimana diatur dalam tata kelola pemerintahan desa. Masyarakat baru mengetahui hal ini setelah Camat Tapung Hulu, Nuryadi, S.E, menolak untuk ikut menandatangani dokumen tersebut.
Camat Tapung Hulu Tegaskan Perjanjian Belum Lengkap
Camat Tapung Hulu, Nuryadi, S.E, ketika dikonfirmasi menyampaikan bahwa dirinya menolak menandatangani perjanjian itu karena sejumlah dokumen administratif yang seharusnya menjadi syarat sahnya kerja sama belum terpenuhi.
“Kita bukan tidak mau menandatangani surat perjanjian kerja sama PT Arindo Trisejahtera dengan Koperasi Produsen Indah Damai Sejahtera tersebut. Tetapi masih ada sedikit yang kurang lengkap,” ujarnya.
Menurut Nuryadi, bentuk kerja sama antara perseroan terbatas (PT) dan koperasi tentu memerlukan notulen rapat, daftar hadir pembentukan koperasi, serta keterlibatan tokoh masyarakat yang menjadi dasar legalitas pembentukan koperasi itu.
“Yang namanya kerja sama PT dengan koperasi tentu harus ada notulen rapat pembentukan koperasi tersebut. Siapa saja tokoh masyarakat yang hadir, semuanya harus tercatat dan jelas,” tambahnya.
Warga dan Mantan Ketua BPD Nilai Ada “Permainan”
Kemarahan masyarakat semakin memuncak setelah sejumlah tokoh lokal mengungkap bahwa pembentukan Koperasi Produsen Indah Damai Sejahtera dilakukan tanpa musyawarah desa dan tanpa transparansi.
Mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kusau Makmur, Mulyono, menilai langkah Pj Kades Jaka telah melanggar prinsip tata kelola pemerintahan desa.
“Pembentukan koperasi tersebut sama sekali tanpa musyawarah desa dan tidak transparan. Koperasi itu dibentuk untuk program kerja sama dengan PT Arindo Trisejahtera, tapi masyarakat tidak pernah dilibatkan,” tegasnya.
Lebih jauh, Mulyono menduga ada kepentingan tersembunyi di balik pembentukan koperasi tersebut.
“Kuat dugaan ada pihak tertentu yang memotori pembentukan koperasi ini. Bisa jadi ada kepentingan oknum tertentu di baliknya,” ujarnya.
“Koperasi dibentuk tanpa sepengetahuan tokoh masyarakat, tanpa Musdes — ada apa ini? Pj Kades kok bisa langsung tanda tangan begitu saja?” tambahnya dengan nada heran.
Warga Minta Bupati Turun Tangan
Sejumlah warga Desa Kusau Makmur menyatakan kecewa dan menolak keras tindakan Pj Kades Jaka yang dianggap gegabah serta mengabaikan aspirasi warga. Mereka khawatir, kerja sama antara PT Arindo Trisejahtera dan koperasi yang dibentuk tanpa legitimasi masyarakat itu akan berdampak langsung pada hilangnya hak warga atas lahan plasma sebesar 20 persen dari total luas HGU perusahaan.
“Kami minta Pak Bupati Kampar, Ahmad Yuzar, S.Sos., M.T., segera mengevaluasi dan mencopot Pj Jaka dari jabatannya. Karena kami menduga ada permainan antara Pj Kades dengan pihak perusahaan,” kata salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Warga juga mendesak agar pemerintah daerah turun tangan melakukan investigasi terkait legalitas pembentukan koperasi dan proses penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut. Mereka berharap agar hak masyarakat dilindungi, dan setiap bentuk kerja sama yang melibatkan aset publik dilakukan secara terbuka dan demokratis.
Desakan Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut prinsip good governance di tingkat desa. Dalam aturan perundang-undangan, setiap kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat desa, terutama menyangkut aset atau lahan, wajib diputuskan melalui Musyawarah Desa sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan.
Para tokoh masyarakat berharap agar Bupati Kampar segera mengambil langkah tegas dan memerintahkan evaluasi terhadap tindakan Pj Kades Jaka, sekaligus meninjau ulang perjanjian yang telah ditandatangani tanpa dasar musyawarah tersebut.
“Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk. Desa bukan milik pribadi kepala desa, melainkan milik seluruh masyarakat,” tegas Mulyono.
Redaksi: Tim Investigasi/PRIMA| Editor: Edi/Red