**Probolinggo –** Pernyataan Bupati Probolinggo, Gus Haris, dalam acara pelantikan pejabat eselon II di Pendopo Prasaja Ngesti Wibawa, Kraksaan, Senin (20/10/2025), memantik kontroversi luas. Dalam sambutannya, Gus Haris menyampaikan pesan yang dinilai menyinggung kalangan LSM dan insan pers.
“**Jangan ada pejabat yang menernak LSM dan media,**” ucap Gus Haris dengan nada tegas di hadapan para pejabat yang baru dilantik.
Ucapan itu sontak menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan birokrat, aktivis, dan insan media. Banyak yang menilai, pernyataan tersebut menggambarkan sikap anti-kritik dan berpotensi menstigma lembaga sosial serta profesi jurnalis yang memiliki fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan.
**Kritik Tajam dari Aktivis dan Media**
Ketua **Aliansi Madura Indonesia (AMI)**, *Dierel*, menyayangkan ucapan tersebut keluar dari seorang kepala daerah. Ia menilai, pernyataan itu bukan sekadar keliru, melainkan juga berpotensi melemahkan semangat demokrasi di tingkat lokal.
“**LSM bukan ternak, dan media bukan alat kekuasaan.** Kami adalah bagian dari pilar demokrasi yang bertugas mengawasi, memberi kritik, dan menyuarakan kepentingan rakyat. Pernyataan seperti itu mencederai semangat keterbukaan informasi publik,” tegas Dierel kepada wartawan, Senin sore.
Senada, salah satu anggota **Afiliasi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR)** sekaligus pimpinan redaksi media online *Patrolihukum.net* dan *Investigasi88.com*, **Edi Darminto**, menilai ucapan Gus Haris seolah menempatkan media dalam posisi subordinat yang bisa “dipelihara” oleh pejabat.
“Bahasa ‘menernak media’ sangat tidak pantas diucapkan di forum resmi. Ini memberi kesan bahwa ada pejabat yang alergi kritik dan ingin mengontrol pemberitaan. Padahal tugas media adalah menyampaikan fakta, bukan tunduk pada kekuasaan,” ujar Edi D.
**Dituding Cerminkan Arogansi Kekuasaan**
Pernyataan Gus Haris juga dianggap mencerminkan **arogansi kekuasaan**. Sejumlah pengamat menilai, ucapan tersebut bisa menggerus kepercayaan publik terhadap komitmen transparansi Pemkab Probolinggo.
“Sebagai pemimpin, bupati seharusnya memperkuat sinergi dengan semua elemen masyarakat, termasuk LSM dan media, bukan justru menyudutkan mereka dengan istilah yang merendahkan,” ungkap salah satu pengamat politik lokal yang enggan disebut namanya.
Bahkan, beberapa jurnalis dan aktivis berharap ada **klarifikasi resmi** dari Bupati Gus Haris terkait maksud dari kalimat “menernak LSM dan media” yang kini viral di berbagai platform media sosial dan grup wartawan daerah.
**Pemkab Belum Beri Penjelasan Resmi**
Hingga berita ini diterbitkan, **belum ada keterangan resmi** dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo mengenai maksud pernyataan tersebut. Namun, sejumlah sumber internal pemkab menyebut, kalimat itu sejatinya adalah “pesan moral” agar pejabat tidak menjalin hubungan transaksional dengan oknum LSM maupun media yang kerap memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Kendati demikian, publik menilai, **pilihan diksi “menernak” tetap tidak pantas** diucapkan oleh pejabat publik di forum resmi, apalagi di hadapan para pejabat yang baru saja diambil sumpahnya.
**Demokrasi Butuh Kritik, Bukan Ketakutan**
Sejumlah pakar komunikasi politik turut menyoroti pernyataan tersebut. Mereka menilai, pejabat publik perlu berhati-hati dalam berbahasa karena setiap kata memiliki dampak politik dan sosial yang besar.
“Demokrasi tidak tumbuh dari ketakutan, tapi dari kematangan berkomunikasi dan kesediaan menerima kritik. LSM dan media adalah mitra pemerintah, bukan musuh,” ujar **Dr. Imam Sudrajat**, Dosen Komunikasi Politik dari salah satu universitas ternama di Surabaya.
Menurutnya, pejabat publik harus mencontoh pemimpin yang membuka ruang dialog dan menjalin kemitraan konstruktif dengan masyarakat sipil, bukan sebaliknya.
Sementara itu, sejumlah kalangan berharap Bupati Gus Haris segera memberikan **klarifikasi terbuka** agar polemik ini tidak berlarut dan menciptakan jarak antara pemerintah daerah dengan masyarakat sipil.
(Tim/Red/**)