Lumajang – Kepolisian Resor (Polres) Lumajang bergerak cepat mengungkap kasus penganiayaan yang menewaskan seorang pemuda di Jalan Hayam Wuruk, Kelurahan Kepuharjo, Kecamatan Lumajang, Jumat (12/9/2025) dinihari. Dalam waktu kurang dari 24 jam, dua pelaku yang masih di bawah umur berhasil ditangkap.
Dua remaja berinisial M (warga Kecamatan Kedungjajang) dan A (warga Kecamatan Sukodono) kini harus berhadapan dengan hukum setelah diduga menendang motor korban hingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
Kronologi Kejadian
Kasubsi PIDM Si Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro, menjelaskan peristiwa bermula ketika korban, Ahmad Lifan (20), bersama dua temannya pulang dari Taman Toga. Dalam perjalanan, mereka merasa diikuti oleh tiga orang tidak dikenal.
“Tepat di Jalan Hayam Wuruk, korban ditendang oleh salah satu pelaku hingga terjatuh. Motor korban menabrak tiang listrik dan korban meninggal dunia di tempat. Sementara dua temannya hanya mengalami luka lecet,” jelas Ipda Untoro.
Pelaku sempat ikut terjatuh, namun langsung melarikan diri ke arah Sukodono dan berobat ke puskesmas untuk mengobati luka.
Petunjuk Penting: Plat Nomor Motor
Kapolsek Lumajang Kota, Iptu Edi Kuswanto, mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari plat nomor motor yang terlepas saat insiden.
“Dari hasil penelusuran, diketahui motor itu milik orang tua salah satu pelaku. Dari situlah kami melakukan penyelidikan dan akhirnya melacak keberadaan kedua remaja tersebut,” ujar Iptu Edi.
Berkat petunjuk itu, polisi langsung bergerak cepat dan mengamankan kedua pelaku di rumah masing-masing.
Motif Masih Diselidiki
Hingga kini, polisi masih mendalami motif penganiayaan yang dilakukan para pelaku. Apakah insiden ini murni persoalan pribadi, aksi balas dendam, atau sekadar keisengan yang berujung fatal.
“Untuk sementara motif masih dalam penyelidikan. Namun yang jelas, keberhasilan pengungkapan ini berkat kerja cepat tim di lapangan,” tegas Ipda Untoro.
Analisis Hukum: Penerapan UU SPPA
Meski kasus ini menewaskan korban, status pelaku sebagai anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) membuat proses hukum harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Dalam aturan tersebut, anak di bawah umur tetap bisa dikenai proses pidana, namun dengan mekanisme khusus. Di antaranya:
- Penyidikan harus didampingi oleh orang tua dan pembimbing kemasyarakatan (Bapas).
- Penahanan anak dilakukan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) atau tempat khusus anak.
- Ancaman pidana penjara bagi anak maksimal setengah dari ancaman pidana orang dewasa.
Jika mengacu pada KUHP, tindakan para pelaku dapat dikategorikan sebagai penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Ancaman hukuman untuk orang dewasa bisa mencapai 12 tahun penjara. Namun, karena pelaku masih anak-anak, ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan hanya maksimal 6 tahun.
Meski begitu, dalam kasus tertentu, jaksa dan hakim juga bisa mempertimbangkan mekanisme diversi (penyelesaian di luar pengadilan) jika ancaman pidana di bawah 7 tahun. Namun karena kasus ini menelan korban jiwa, besar kemungkinan proses peradilan tetap akan berjalan hingga ke pengadilan anak.
Reaksi Masyarakat
Kasus ini mengejutkan warga Lumajang. Banyak yang menilai peristiwa ini sebagai tamparan keras bagi orang tua untuk lebih mengawasi pergaulan anak-anaknya.
“Miris sekali, anak-anak seusia itu sudah berani melakukan tindakan yang berakibat hilangnya nyawa orang lain. Semoga hukum ditegakkan dengan adil,” kata salah seorang warga sekitar lokasi kejadian.
Penutup
Polres Lumajang memastikan penyelidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap motif sebenarnya. Di sisi lain, kasus ini kembali membuka diskusi publik mengenai keterlibatan remaja dalam tindak pidana serius serta tantangan penerapan hukum terhadap anak di bawah umur.
(Edi D/*)