Probolinggo – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik. Meskipun telah menetapkan 21 tersangka sejak pertengahan 2024, hingga awal Agustus 2025 belum ada satu pun dari mereka yang ditahan.
Kondisi ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Harimau (Harapan Rakyat Indonesia Maju) Jawa Timur. Dalam pernyataan sikap yang disampaikan pada Sabtu (2/8/2025), Ketua DPW LSM Harimau Jatim, M. Arif Billah, menegaskan pentingnya langkah tegas dari KPK untuk menjaga integritas proses hukum dan kepercayaan masyarakat.
“Penetapan tersangka itu baru permulaan. Tapi kalau tidak segera ditindaklanjuti dengan penahanan atau langkah hukum tegas, publik akan bertanya-tanya. KPK harus tunjukkan keberaniannya,” ujar Arif Billah yang juga dikenal sebagai mantan jurnalis investigasi.
Menurutnya, kasus ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan persoalan serius yang menyentuh sistem tata kelola keuangan publik. Arif mengungkapkan bahwa informasi yang beredar menunjukkan adanya praktik pemotongan dana hingga 30 persen, penggunaan rekening identik untuk penyaluran hibah, serta indikasi keterlibatan politisi aktif.
“Kasus ini bukan hanya soal uang yang diselewengkan, tapi juga soal rusaknya sistem. Banyak program hibah yang harusnya bisa membantu rakyat justru tidak berjalan karena dananya ditilep,” tambahnya.
Arif juga menegaskan bahwa desakan kepada KPK untuk melakukan penjemputan paksa terhadap para tersangka bukan bentuk intervensi hukum, melainkan ekspresi kegelisahan masyarakat atas lambannya proses hukum.
“KPK sebagai lembaga independen tetap kami hormati, tapi mereka juga harus sadar bahwa harapan masyarakat ada di pundak mereka. Jangan biarkan kasus besar ini mandek atau hilang arah,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPC LSM Harimau Kabupaten Probolinggo, Syaiyadi, menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan penyidikan. Menurutnya, masyarakat berhak tahu alasan keterlambatan proses hukum terhadap 21 tersangka tersebut.
“Jika prosesnya lambat, harus dijelaskan. Jangan dibiarkan menggantung. Ini menyangkut uang rakyat, menyangkut kepercayaan publik terhadap penegak hukum,” ujar Syaiyadi saat ditemui sejumlah wartawan.
Ia juga menekankan bahwa publik tidak boleh hanya menjadi penonton. Pengawasan dari masyarakat sipil, media, dan organisasi seperti LSM sangat diperlukan agar proses hukum berjalan sesuai koridor.
“Jangan biarkan keheningan membungkam keadilan. Jika kasus ini dibiarkan tanpa kepastian, ruang gelap penyalahgunaan kekuasaan akan terus tumbuh. Kita harus kawal bersama-sama,” pungkasnya.
Dalam sejumlah pernyataan resmi sebelumnya, KPK menyatakan bahwa proses penahanan para tersangka masih menunggu penyelesaian administratif dan penguatan alat bukti. Juru Bicara KPK juga menegaskan bahwa opsi penjemputan paksa tetap terbuka apabila ada tersangka yang mangkir atau tidak kooperatif dalam proses hukum.
Namun demikian, tekanan dari masyarakat, termasuk dari LSM Harimau Jawa Timur, menandakan bahwa publik kini mulai resah terhadap lambannya penegakan hukum dalam kasus yang diduga melibatkan ratusan miliar rupiah dana hibah.
KPK diharapkan segera mengambil tindakan konkret untuk menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat yang terus mengawasi kinerja lembaga antirasuah tersebut.
(Bambang/Red)