Muara Enim, Breaking News –
Proyek Sistem Blok Landfill (SBL) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Kancil yang berlokasi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, mendadak jadi sorotan publik. Pasalnya, proyek yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun Anggaran 2024 ini telah menelan anggaran fantastis sebesar Rp 22,4 miliar, namun kondisi di lapangan justru diduga kuat dikerjakan asal-asalan dan jauh dari standar kualitas yang seharusnya.
Hal ini diungkapkan oleh Maulana, seorang pegiat kontrol sosial Kabupaten Muara Enim, saat ditemui media ini pada Kamis (24/07/2025). Ia menyatakan bahwa dirinya telah beberapa kali turun langsung ke lokasi proyek dan mendapati sejumlah indikasi pelanggaran teknis serta mutu pekerjaan yang sangat buruk.
“Saya sudah turun langsung beberapa kali ke lokasi. Hasilnya sangat mengecewakan. Banyak pekerjaan yang tidak rapi dan tidak sepadan dengan nilai anggaran yang sangat besar itu,” ujar Maulana.
Tak hanya pekerjaan yang terkesan asal jadi, menurut Maulana, ditemukan juga bagian proyek yang sudah dicor beton namun sudah mengalami kerusakan berupa longsor. Ini memperkuat indikasi bahwa pengerjaan dilakukan tanpa perencanaan matang dan diduga tidak sesuai spesifikasi teknis.
Maulana pun menyesalkan penggunaan anggaran daerah sebesar itu hanya untuk proyek yang output-nya tidak memberi dampak signifikan dan justru menimbulkan dugaan praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
“Uang Rp22,4 miliar itu bukan jumlah kecil. Kalau digunakan untuk membangun ruang kelas, sudah bisa membangun puluhan kelas baru untuk sekolah di Muara Enim,” tegasnya.
Menurutnya, proyek ini terkesan hanya menjadi “bancakan” bagi oknum-oknum yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap kemajuan dan transparansi pembangunan di daerah. Ia pun bertekad untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Kami akan melaporkan proyek ini ke Aparat Penegak Hukum (APH), karena dugaan praktik KKN sangat kuat dan potensi kerugian negara nyata terlihat,” tambah Maulana.
Maulana menegaskan bahwa langkah ini diambil atas dasar peran serta masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi aktif dalam pengawasan anggaran.
“Masyarakat bisa dan harus menjadi garda terdepan dalam mengawal pembangunan dan mencegah terjadinya korupsi. Pemerintahan yang bersih hanya bisa terwujud jika pengelolaan anggaran dilakukan secara transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik kotor,” ungkapnya.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, upaya konfirmasi dari media ini kepada pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim, yang disebut sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, belum membuahkan hasil. Pihak yang bersangkutan belum memberikan tanggapan resmi atas temuan dan dugaan yang disampaikan oleh Maulana.
Kondisi ini menambah daftar panjang proyek-proyek infrastruktur yang didanai dari uang rakyat namun diduga dijalankan tanpa akuntabilitas dan pengawasan memadai. Patut menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum, inspektorat daerah, maupun lembaga pengawas independen.
Sebagai kontrol sosial, Maulana juga mengajak seluruh masyarakat dan aktivis di Kabupaten Muara Enim untuk turun langsung memeriksa hasil proyek tersebut. Ia meyakini bahwa dengan kesadaran kolektif dari masyarakat, praktik penyalahgunaan anggaran seperti ini bisa diminimalisir.
“Ini bukan sekadar isu biasa. Ini soal masa depan daerah dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Jangan biarkan uang rakyat dihamburkan tanpa hasil,” pungkas Maulana.
(Edi D/Khairlani)