Surabaya, 25 Juli 2025 — Penanganan kasus pencurian tembaga yang ditangani oleh Polsek Semampir, Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, mendapat sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Salah satu pihak yang angkat bicara adalah Muhammad Arif Sudariyanto, S.H., M.H., seorang akademisi dan praktisi hukum dari Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Dalam keterangan persnya, Arif yang dikenal sebagai pengacara muda asal Pulau Garam ini menilai bahwa penanganan perkara tersebut harus dilakukan secara profesional dan objektif. Menurutnya, langkah tersebut penting agar tidak muncul dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Penyidik harus berpegang teguh pada asas profesionalitas dan obyektivitas dalam menangani perkara ini. Jika tidak, bisa menimbulkan spekulasi negatif dari masyarakat terkait dugaan keberpihakan atau penyimpangan,” ujar Arif kepada wartawan, Jumat (25/07/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan keterangan korban, pelaku pencurian mengaku bahwa hasil curiannya telah dijual kepada seseorang berinisial F, yang merupakan pengepul tembaga di kawasan Sawah Pulo, Surabaya. Oleh sebab itu, Arif menilai seharusnya penyidik segera menindaklanjuti informasi tersebut sebagai bukti petunjuk untuk memeriksa dan mendalami keterlibatan F dalam jaringan penadahan.
Lebih lanjut, Arif mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku, yakni Pasal 480 KUHP. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang membeli, menyimpan, atau menerima barang hasil kejahatan dapat dikategorikan sebagai penadah, meski tidak ikut serta dalam aksi pencurian secara langsung.
“Memang betul, jika ingin menetapkan seseorang sebagai tersangka penadah, penyidik harus mengacu pada Pasal 184 KUHAP, yang menyebutkan bahwa penetapan tersangka minimal harus didukung oleh dua alat bukti yang sah,” jelasnya.
Arif menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip equality before the law, yakni setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat, baik pelaku utama maupun penadah, harus diproses secara adil dan transparan.
“Jika keberadaan terduga penadah tidak diketahui, maka sudah semestinya pihak kepolisian menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal ini penting sebagai upaya untuk mempercepat proses pencarian dan penegakan hukum,” lanjutnya.
Ia pun berharap agar institusi Polri, sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum, dapat menunjukkan integritas dan komitmennya dalam menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Masyarakat, kata Arif, saat ini sangat mendambakan supremasi hukum yang kuat dan tidak tebang pilih.
“Polri memegang peranan strategis dalam menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat. Publik berharap agar penegakan hukum benar-benar menyentuh seluruh lapisan, tanpa ada diskriminasi,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, dan banyak pihak mendesak agar penyidik tidak hanya berhenti pada pelaku pencurian, tetapi juga menyisir jaringan penadahan yang turut menikmati hasil kejahatan. Proses hukum yang transparan dan tegas dinilai menjadi satu-satunya jalan untuk menjaga marwah institusi hukum di mata rakyat.
(Edi D//Red)