**Sidoarjo –** Pada Kamis, 7 November 2024, Zulmi Noor Hasani, salah satu calon Bupati Probolinggo untuk periode 2024-2029, dan Dini Rahmania, anak dari Hasan Aminuddin yang merupakan Terdakwa II dalam perkara korupsi, dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) di Pengadilan Tipikor Surabaya. Keduanya diperiksa terkait dugaan Korupsi Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan orang tua mereka, yakni Puput Tantriana Sari (Terdakwa I) dan Hasan Aminuddin (Terdakwa II), yang terjerat dalam kasus dugaan pencucian uang senilai Rp150.200.298.000, yang dilakukan sejak 2013 hingga Agustus 2021.
Kasus ini melibatkan kedua orang tua mereka yang merupakan pejabat publik dengan posisi penting, yakni Puput Tantriana Sari yang menjabat Bupati Probolinggo selama dua periode, dan suaminya Hasan Aminuddin, mantan Bupati Probolinggo serta anggota DPR RI. Tindak pidana yang didakwa terkait dengan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang yang diduga dilakukan melalui pembelian tanah dan properti dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar.
Dalam dakwaan, JPU KPK memaparkan sejumlah transaksi yang mencurigakan. Di antaranya adalah pembelian tanah yang dilakukan oleh Zulmi Noor Hasani dan Dini Rahmania dengan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar. Salah satunya pada bulan Agustus 2014, di mana Zulmi Noor Hasani membeli sebidang tanah seluas 3.316 m² di Kelurahan Sidomukti, Kraksaan, dengan harga yang tercatat Rp275.000.000, padahal harga sesungguhnya mencapai Rp400.000.000. Pembayaran dilakukan tunai, dan tanah tersebut tercatat atas nama Zulmi Noor Hasani. Begitu juga dengan pembelian tanah lainnya yang tercatat di nama mereka, namun diduga dilakukan dengan harga jauh lebih rendah.
Selain itu, JPU KPK juga mengungkapkan sejumlah transaksi lainnya, termasuk pembelian tanah dan bangunan dengan nilai transaksi yang berbeda jauh dari harga pasar. Salah satu pembelian tanah yang mencurigakan terjadi pada November 2020, saat Zulmi Noor Hasani membeli tanah seluas 27.650 m² dengan harga yang tercatat Rp260.000.000, padahal harga sebenarnya adalah Rp1.800.000.000.
Pada sisi lain, Dini Rahmania juga turut terlibat dalam pembelian tanah dengan harga yang sangat rendah. Salah satunya adalah pembelian tanah pada Februari 2013, yang tercatat dengan harga hanya Rp15.000.000, meskipun harga pasarnya jauh lebih tinggi, yakni Rp140.000.000. Pembayaran juga dilakukan dengan cara tunai.
Selain itu, dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa kedua terdakwa menggunakan kekayaan yang diduga hasil tindak pidana korupsi ini untuk membeli aset lain, termasuk kendaraan, polis asuransi, dan emas. Tercatat bahwa jumlah total harta yang digunakan untuk transaksi tersebut mencapai lebih dari Rp106 miliar, yang sebagian besar disamarkan melalui berbagai lembaga keuangan untuk menyembunyikan asal usul kekayaan mereka.
Pihak JPU KPK menyatakan bahwa kedua terdakwa, yaitu Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, patut menduga bahwa kekayaan yang mereka miliki berasal dari tindak pidana korupsi, karena uang yang mereka peroleh digunakan untuk pembelian properti dan aset lainnya yang jauh melebihi penghasilan mereka sebagai pejabat negara.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan pejabat publik yang memiliki peran penting dalam pemerintahan daerah, dan menggambarkan bagaimana penggunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga bisa merugikan negara serta masyarakat. Pemeriksaan terhadap saksi-saksi ini, termasuk anak-anak dari terdakwa, diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai aliran dana yang diduga merupakan hasil korupsi tersebut.
Sidang lanjutan akan diadakan pada pekan depan, dan proses hukum ini akan terus berlanjut untuk mengungkapkan siapa saja yang terlibat dalam praktik korupsi ini. (Red/**)