Grobogan, Jawa Tengah – Dugaan praktik manipulasi dalam proses lelang pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) untuk program Asuransi Kesehatan (Askes) di RSUD dr. Soedjati Purwodadi, Kabupaten Grobogan, kembali mencuat ke permukaan. Informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber menyebutkan bahwa proses lelang yang semestinya sudah berjalan sejak dua bulan lalu hingga kini belum juga dilakukan, tanpa alasan resmi yang jelas.
Keterlambatan tersebut menimbulkan spekulasi adanya permainan terselubung dari internal rumah sakit. Diduga, terdapat kesepakatan tidak sehat antara oknum pegawai bagian pengadaan RSUD dengan pihak penyedia barang, yakni sebuah toko alat kesehatan dan sebuah CV, yang disebut-sebut telah “diskenariokan” menjadi pemenang lelang.
“Sudah ada skenario siapa yang menang. Lelangnya ditahan supaya pihak yang diinginkan bisa dipastikan menang. Ini sudah bukan rahasia umum di kalangan internal,” ungkap seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya kepada wartawan, Selasa (9/7/2025).
Lebih jauh, dugaan ini diperkuat oleh informasi yang menyebutkan bahwa Kepala RSUD Soedjati, berinisial dr. E, diduga ikut mengatur proses pengadaan secara langsung. Nama dr. B, selaku pejabat baru yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPKOM), juga mencuat karena disebut-sebut mengetahui bahkan turut serta dalam proses penunjukan pemenang lelang yang tidak melalui mekanisme resmi.
Proses pengadaan yang diduga direkayasa ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat pengadaan alat kesehatan adalah bagian penting dalam pelayanan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika benar terjadi kolusi dan manipulasi, maka hal ini bukan hanya melanggar prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara dan membahayakan pelayanan kesehatan masyarakat.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak RSUD Soedjati belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi terkait dugaan tersebut. Awak media yang berusaha menghubungi pihak manajemen rumah sakit masih belum mendapat respons.
Aktivis antikorupsi di wilayah Grobogan pun mulai angkat bicara. Mereka mendesak aparat penegak hukum dan instansi terkait seperti Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri Grobogan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan dan menyelidiki indikasi pelanggaran hukum dalam pengadaan alkes ini.
“Ini pengadaan alat kesehatan, bukan proyek biasa. Harus ada ketegasan dari aparat agar prosesnya kembali pada jalur yang benar. Jangan sampai publik yang jadi korban karena alat tak sesuai standar atau harga yang dimark-up,” ujar Andi Setiawan, Koordinator LSM Pemantau Anggaran Publik Grobogan.
Kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi dalam sistem pengadaan barang di sektor pelayanan publik. Oleh sebab itu, transparansi dan pengawasan yang ketat mutlak diperlukan untuk menekan potensi kecurangan, khususnya di sektor kesehatan yang sangat krusial bagi masyarakat luas.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan kebenaran informasi tersebut dan memberikan sanksi jika terbukti ada pelanggaran. Pengadaan alat kesehatan harus kembali pada prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, agar kepercayaan publik terhadap pelayanan RSUD Soedjati tidak luntur.
(Edi D/TIM/RED)