Makassar – Kasus dugaan pengerusakan yang dilaporkan oleh Ishak Hamzah sejak 4 Mei 2021 kembali menjadi sorotan publik. Setelah hampir empat tahun tanpa kepastian hukum, kuasa hukumnya, Maria Monika Veronika Hayr, S.H., resmi melaporkan dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum penyidik ke Divisi Propam Polda Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dalam konferensi pers di depan SPKT Polda Sulsel, Senin (6/10/2025), Maria mengungkapkan rasa terima kasih kepada insan pers yang terus memantau perkembangan kasus ini. Ia menilai peran media sangat penting dalam mengawal dugaan ketidakadilan yang dialami oleh kliennya.
“Terima kasih buat rekan-rekan pers yang begitu antusias meliput segala macam kekeliruan dan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum kepolisian,” ujar Maria membuka keterangannya.
Menurut Maria, laporan yang dibuat pada 2021 itu semula berkaitan dengan tindak pidana pengerusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP. Pihaknya telah menyerahkan dua alat bukti kuat, termasuk rekaman video dan keterangan saksi yang menyaksikan langsung kejadian tersebut. Namun, penyelidikan kasus itu justru dihentikan karena dinilai tidak memenuhi unsur dua alat bukti.
“Kami sudah ajukan dua alat bukti yang jelas, saksi pun sudah diperiksa, bahkan ada video pengerusakan. Tapi hasil penyelidikan menyatakan kasusnya tidak bisa naik ke penyidikan. Alasan ini sangat janggal dan tidak masuk akal,” tegas Maria.
Kuasa hukum itu menyebutkan bahwa langkah melapor ke Propam bukan semata mencari sensasi, melainkan upaya mencari akuntabilitas kinerja aparat. Ia juga menyinggung bahwa laporan serupa sudah pernah masuk ke Propam sebelumnya, namun hingga kini belum ada kejelasan hasil tindak lanjutnya.
“Kami ingin tahu sejauh mana laporan terdahulu itu diproses. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan hanya karena ulah segelintir oknum,” katanya.
Sementara itu, Ishak Hamzah yang turut hadir mendampingi kuasa hukumnya mengaku kecewa dengan cara penanganan laporan yang sempat berpindah-pindah tangan di lingkungan Polda Sulsel. Menurutnya, laporan yang semula berada di Propam justru dilimpahkan ke Ditkrimum (Direktorat Kriminal Umum) tanpa alasan yang jelas.
“Informasi terakhir yang saya terima, pengaduan kami malah dikirim ke Ditkrimum. Padahal yang kami laporkan itu oknum penyidik, seharusnya ditangani Propam, bukan Krimum,” ungkap Ishak dengan nada kesal.
Ironisnya, setelah laporan tersebut dilimpahkan ke bagian A2, penyelidikan kembali dihentikan dengan alasan tidak ditemukan pelaku pengerusakan. Ishak menilai hal ini tidak masuk akal karena bukti dan saksi sudah diserahkan lengkap.
“Ada CCTV, ada saksi, ada video. Tapi tetap dibilang tidak ditemukan pelaku. Kalau bukan main-main, apa namanya?” ujarnya kecewa.
Maria menegaskan, pihaknya kini sedang melengkapi seluruh dokumen tambahan yang diminta Propam agar pemeriksaan dapat segera dilakukan. Ia berharap lembaga pengawas internal Polri itu dapat menjalankan fungsinya secara profesional dan tidak tebang pilih.
“Kami percaya Propam adalah benteng terakhir masyarakat dalam mencari keadilan. Kalau di sini pun kami tidak dapat keadilan, lalu masyarakat harus mengadu ke mana lagi?” tutur Maria.
Ia juga menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan hanya untuk kepentingan kliennya semata, tetapi untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum harus menjadi prioritas. Kasus ini kami harap menjadi momentum introspeksi bagi seluruh jajaran Polri di Sulawesi Selatan,” pungkasnya.
Langkah hukum yang ditempuh oleh tim kuasa hukum Ishak Hamzah kini menjadi sorotan publik. Banyak pihak berharap Propam Polda Sulsel segera mengambil tindakan nyata untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan wewenang yang telah mencoreng citra kepolisian di mata masyarakat.
📌 Byline:
(Edi D/Red/PRIMA/**)