Pekanbaru – Dewan Pimpinan Pusat Solidaritas Wartawan Indonesia (DPP SWI) mengecam keras aksi brutal pengeroyokan terhadap seorang wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, pada Selasa (7/10/2025).
Insiden memilukan tersebut diduga dilakukan oleh sekelompok pelaku yang terafiliasi dengan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Aksi main hakim sendiri itu dinilai sebagai kejahatan terhadap profesi jurnalis sekaligus bentuk pelecehan terhadap prinsip kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
Tindakan Biadab dan Penghianatan terhadap Bangsa
Wakil Ketua Umum DPP SWI, Pajar Saragih, dalam keterangannya di Pekanbaru menegaskan bahwa serangan terhadap wartawan bukan sekadar tindak kriminal biasa, tetapi sudah termasuk bentuk penghianatan terhadap bangsa dan ancaman terhadap kedaulatan negara.
“Kejahatan terhadap wartawan adalah bentuk penghianatan terhadap bangsa serta ancaman terhadap kedaulatan negara. Wartawan adalah pilar keempat dalam pembangunan bangsa, dan seharusnya dilindungi oleh seluruh warga negara, bukan diserang atau diintimidasi,” ujar Pajar Saragih dengan tegas.
Ia menambahkan, aksi pengeroyokan yang dilakukan terhadap insan pers menunjukkan semakin tergerusnya rasa hormat terhadap profesi wartawan yang selama ini menjadi garda depan dalam mengawal transparansi dan keadilan publik.
Desak Polisi Tindak Tegas Pelaku dan Tutup PETI
Lebih lanjut, Pajar Saragih meminta Polres Indragiri Hulu (Inhu) dan jajaran kepolisian di wilayah hukum Riau agar segera bergerak cepat menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam insiden tersebut. Ia juga menekankan pentingnya penertiban aktivitas PETI yang masih marak di berbagai wilayah, termasuk di Kabupaten Kuansing.
“Kami mendesak Kapolres Inhu agar bertindak tegas dan profesional. Jangan sampai muncul asumsi negatif bahwa aparat melakukan pembiaran terhadap pelaku PETI. Penegakan hukum harus berpihak pada kebenaran dan keadilan,” ujarnya.
Menurutnya, praktik PETI bukan hanya merusak lingkungan dan mengancam keselamatan warga, tetapi juga telah menciptakan ruang konflik antara aparat, masyarakat, dan insan pers di lapangan.
Pelaku Harus Dihukum Berat Sesuai Undang-Undang Pers
DPP SWI juga menyerukan kepada seluruh organisasi pers di Indonesia untuk memantau perkembangan kasus ini hingga para pelaku benar-benar ditangkap dan diadili. Pajar mengingatkan bahwa kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau menghambat kerja jurnalistik, dapat dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, dengan ancaman pidana dan denda berat. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme,” tegasnya.
Ia menilai bahwa tindakan brutal terhadap wartawan di Kuansing adalah bentuk nyata upaya pembungkaman kebebasan pers, dan tidak bisa ditoleransi dengan alasan apa pun.
Ujian Moral bagi Aparat Penegak Hukum
Lebih jauh, Pajar menegaskan bahwa kasus ini merupakan ujian moral bagi aparat penegak hukum di Riau dalam menegakkan keadilan serta menjamin perlindungan bagi para jurnalis yang menjalankan tugas di lapangan. Ia menekankan bahwa wartawan bukan musuh negara, melainkan mitra strategis dalam menjaga transparansi pemerintahan dan menyuarakan kebenaran.
“DPP Solidaritas Wartawan Indonesia mengutuk keras segala bentuk kekerasan terhadap wartawan dan menuntut aparat hukum segera menindak pelaku tanpa pandang bulu,” kata Pajar Saragih menutup pernyataannya dengan nada geram.
Tanggung Jawab Negara
Dalam konteks yang lebih luas, DPP SWI menilai bahwa negara wajib hadir memberikan rasa aman bagi seluruh jurnalis di Indonesia. Tindakan kekerasan yang terjadi di Kuansing menjadi sinyal bahaya terhadap kebebasan pers dan demokrasi. Oleh karena itu, SWI berkomitmen akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas, sekaligus mengingatkan pemerintah dan aparat agar tidak abai terhadap perlindungan profesi jurnalis.
Sumber:
DPP Solidaritas Wartawan Indonesia (SWI)
Pewarta: Edi D/Red/PRIMA