KALIMANTAN // Investigasi88.com –
PT SKD di demo warga, tuntut pengembalian kebun diluar HGU, Sempadan sungai kepada masyarakat dan tuntut penghentian kriminalisasi terhadap masyarakat Adat Dayak
Bahwa Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah pada hari Rabu, 08 Oktober 2025 telah melat Aksi Penyampaian Pendapat Di Muka Umum di Kantor PT. Sapta Karya Damai di Jl. Jenderal Sudirman km 45 Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Koordinator Aksi Demonstrasi, Sapriyadi, S.H. menjelaskan bahwa maksud dari aksi ini adalah menyampaikan pendapat di muka umum untuk :
1. Menuntut kepada Direksi PT. Sapta Karya Damai (PT. SKD) agar segera melaksanakan kemitraan sesuai amanat Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur Nomor : 188.45/605/Huk.Ek.SDA/2014, tanggal 25
Juni 2014 tentang Izin Usaha Perkebunan A.n. PT. Sapta Karya Damai Seluas 11.299 Ha di Desa Natai Baru dan Desa Pondok Damar Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan
Tengah.
Bahwa telah 11 (sebelas) tahun PT. Sapta Karya Damai (PT. SKD) tidak mematuhi amanat Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur Nomor : 188.45/605/Huk.Ek.SDA/2014, tanggal 25 Juni 2014 tentang Izin Usaha
Perkebunan A.n. PT. Sapta Karya Damai Seluas 11.299 Ha di Desa Natai Baru dan Desa Pondok Damar Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah, yang pada Diktum
KETIGA angka 6 menyebutkan :
PT. Sapta Karya Damai dalam melaksanakan kegiatannya WAJIB mentaati ketentuan sebagai berikut :
6. Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun ;
Bahwa karena dalam SK Bupati Kotawaringin Timur tersebut telah memberikan tempo paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun kepada PT. SKD untuk melakukan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat, namun faktanya sampai saat ini belum jelas realisasinya, maka jikalau tidak ada permainan atau
pembiaran seharusnya Bupati Kotim wajib tegas mencabut IUP yang telah diberikan karena nyatanya perusahaan juga sudah tidak menghormati Bupati Kotim selaku pemberi Izin.
Dengan demikian, memang sudah waktunya Masyarakat bergerak menuntut haknya dengan mengambil alih pengelolaan lokasi kebun kelapa sawit yang akan dikelola oleh Koperasi Desa masing-masing dengan luasan untuk Desa Pondok Damar 437,062 ha, Desa Penyang 208,506 ha dan Desa Natai Baru 1.368,488 ha.
2. Menuntut kepada Direksi PT. Sapta Karya Damai (PT. SKD) agar menyerahkan kepada Kelompok Sapriyadi,dkk terkait pengelolaan kelapa sawit diluar Hak Guna Usaha (HGU) seluas 219,7 hektar yang jelas merugikan negara.
3. Menuntut kepada Direksi PT. Sapta Karya Damai (PT. SKD) agar menyerahkan kepada Kelompok Sapriyadi,dkk terkait pengelolaan kelapa sawit pada area lindung sepanjang tepi anak sungai (Sei Pudu, Sei Angut, Sei Gentui, Sei Simpang Pelantan, Sei Jangkang, Sei Binjai dan bebarapa anak sungai lainnya) yang melanggar amanat DIKTUM KETUJUH huruf b Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : 335/Kpts-II/1996, tanggal 3 Juli 1996 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Dari Kelompok Hutan S. Mentaya – S. Seruyan yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, Seluas 11.382 (sebelas ribu tiga ratus delapan puluh dua) hektar Untuk Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit, Atas Nama PT. Sapta Karya Damai, yang menyatakan :
PT. Sapta Karya Damai diwajibkan untuk :
b. Memperhatikan usaha konservasi dengan mempertahankan hutan di tepi mata air dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter, daerah kiri kanan sungai sekurang-kurangnya 100 meter, daerah kiri kanan anak anak sungai sekurang-kurangnya 50 meter, daerah kiri kanan sungai dan anak sungai pada daerah rawa sekurang-kurangnya 200 meter ….. dan
seterusnya ……”
4. Menuntut kepada Direksi PT. Sapta Karya Damai (PT. SKD) agar menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakat sekitar terutama terhadap Ali Boto selaku tokoh Adat Dayak yang menjabat MANTIR ADAT DESA
Pasir Putih/ Ketua Dewan Pimpinan Ranting (DPR) Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR)/ Pasukan Merah TBBR yang akibat laporan
PT. SKD saat ini telah menjadi TERSANGKA di Polda Kalteng serta perkara lainnya sebagaimana perkara yang dialami oleh Jumsa, Raman, Sudin, Prasetyo, Rugio, Yaddi Berti, Uka, Saripin, Burhan, Samsudin, dkk.
Bahwa akibat lokasi atau wilayah Desa Natai Baru dan Desa Pondok Damar berada di tengah Sertifikat HGU PT. SKD sehingga menyebabkan hilangnya akses masyarakat atas lahan/ tanah yang merupakan sumber produksi (masyarakat menjadi landless) maka banyak lahan/ tanah adat warga masyarakat yang dirampas secara sewenang-wenang tanpa ganti rugi dan
ketika warga masyarakat adat berupaya mempertahankannya maka akan menjadi korban kriminalisasi sebagaimana perkara tersebut diatas.
Bahwa berdasarkan data Berita Acara Pembebasan Tanah Areal PT. Sapta Karya Damai, bertanggal 14 Desember 1996 diketahui bahwa PT.SKD hanya pernah melakukan ganti rugi kepada pemilik tanah adat dengan total luas ± 256,65 hektar dari luas Hak Guna Usaha yang diberikan seluas ±
11.382 (sebelas ribu tiga ratus delapan puluh dua) hektar, artinya tanah seluas 11.125,35 (sebelas ribu seratus dua puluh lima koma tiga puluh lima) hektar dianggap sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara/ tanah negara yang bebas dari hak pihak lain alias tanah bebas/ tidak bertuan.
“Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : 335/Kpts-II/1996, tanggal 3 Juli 1996 tentang Pelepasan Kawasan Hutan Dari Kelompok Hutan S. Mentaya – S. Seruyan yang terletak di
Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, Seluas 11.382 (sebelas ribu tiga ratus delapan puluh dua) hektar Untuk Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit, Atas Nama PT. Sapta Karya Damai, yang pada Diktum Kelima disebutkan bahwa :
“Apabila di dalam kawasan tersebut terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, perwatasan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka tanah tersebut tidak termasuk yang dilepaskan”, dan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 125/HGU/BPN/97, tanggal 15 Oktober 1997 dimaksud sama sekali tidak ada memberikan penjelasan bahwa PT.SKD telah pernah melakukan ganti rugi lahan/ tanah milik masyarakat dalam Peta Gambar Situasi Khusus tanggal 12 Oktober 1995 Nomor 3/1995 yang akan diterbitkan HGU tersebut, sehingga sesuai fakta tersebut
jelas banyak tanah masyarakat sekitar yang digarap oleh PT.SKD tanpa diberikan ganti ruginya termasuk dalam konteks perkara ini tanah milik Rugio, Saripin, Burhan dkk diatas, beber Sapriyadi, S.H.
Bahwa hasil Demonstrasi tadi pihak manajemen PT SKD telah membuat Surat Kesepakatan dengan pihak perwakilan aksi yang pada pokoknya menyatakan untuk penyelesaian tuntutan demonstran akan dilakukan di Kantor Bupati Kotawaringin Timur paling lambat 2 Minggu setelah aksi demonstrasi dan pihak PT SKD juga menyatakan sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah terkait permasalahan-permasalahan hukum di Polda Kalteng dan Polres Kotim dalam perkara masyarakat Adat tersebut diatas, ungkap Pengacara muda ini.